REPUBLIKA.CO.ID,DUBAI -- Harga minyak dunia ikut terseret gejolak hubungan Qatar dan empat negara Arab lain. Pada Senin (5/6), Arab Saudi memutuskan hubungan dengan Qatar karena tuduhan mendukung terorisme.
Uni Emirat Arab, Mesir dan Bahrain kemudian mengikuti jejak Saudi. Pada Selasa (6/6), harga minyak turun dan berpotensi membuat OPEC mengencangkan pasar. Produksi minyak mentah Qatar terbilang paling rendah di antara negara-negara OPEC lainnya. Qatar menghasilkan sekitar 620 ribu barel per harinya.
Data Selasa pukul 04.24 waktu Uni Emirat Arab menyebut harga minyak mentah Brent LCOc1 diperdagangkan pada 49,27 dolar AS per barel. Harga tersebut turun 0,4 persen dari penutupan terakhirnya.
Dan turun sembilan persen dari sejak 25 Mei, saat diputuskan kebijakan OPEC mengurangi produksi minyak diperpanjang hingga kuartal pertama 2018. Sementara, harga minyak mentah Intermediate West Texas Intermediate AS turun 18 sen atau 0,2 persen menjadi 47,21 dolar AS per barel.
Sejumlah analis menilai perselisihan saat ini bisa berjalan lebih dalam dari pada perpecahan serupa di tahun 2014. Kepala ahli strategi pasar pada pialang berjangka AxiTrader, Greg McKenna mengatakan bahwa boikot Qatar berpotensi meretakkan solidaritas OPEC untuk pemotongan produksi.
Meskipun Qatar adalah produsen minyak kecil, negara-negara OPEC lainnya dapat melihat aksi boikot Qatar itu sebagai alasan untuk tidak patuh pada kebijakan. Mereka bisa berhenti menahan produksi mereka sendiri.
Ditambah dengan kekhawatiran produksi minyak Amerika Serikat akan mengisi kekosongan. "Peningkatan produksi minyak AS yang tak henti-hentinya tampaknya membuat pasar khawatir bahwa pemotongan produksi OPEC akan benar-benar dibatalkan oleh peningkatan produksi AS," kata Analis Rivkin Securities Australia, William O'Loughlin.