REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memastikan tidak akan ada audit ulang terhadap Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) sehubungan dugaan suap terkait pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK untuk kementerian tersebut.
Anggota BPK I Agung Firman Sampurna saat penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) Tahun 2016 pada 15 entitas pemeriksaan di lingkungan Auditorat Keuangan Negara (AKN) I menegaskan tidak akan ada audit ulang tersebut.
"Tidak akan ada audit ulang, karena audit di BPK itu sistem. Jadi tidak bergantung kepada seorang tortama (auditor utama, Red), seorang auditorat, atau pun seorang pimpinan BPK," ujar Agung di Jakarta, Senin (29/5).
Agung menjelaskan, pemeriksaan keuangan hingga pemberian opini oleh BPK prosesnya cukup panjang, mulai dari perencanaan, pengumpulan bukti, pengujian, klarifikasi, diskusi hingga proses penyusunan LHP dan action plan. Selain itu, di dalamnya juga terdapat quality assurance dan quality control untuk meminimalkan terjadi penyimpangan. Pemeriksaan tersebut juga melibatkan banyak pihak dalam struktural BPK.
Dua auditor BPK yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (19/5) lalu, lanjutnya, juga merupakan bagian dari sistem ketat yang dijalankan BPK. Namun, ia mengakui sistem ketat tersebut tetap tidak akan luput dari penyimpangan.
"Beliau merupakan bagian dari sistem tesebut. Sebagai manusia, kemungkinan melakukan hal-hal yang menyimpang tersebut itu semua mungkin. Karena itu, kami juga siapkan katup pengaman yang lain yang kita sebut Majelis Kehormatan Kode Etik yang dilengkapi dengan whistleblowing system. Jadi kalau ada hal-hal seperti itu mohon disampaikan," ujarnya.