REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan rencana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan semakin menguat. Dalam rancangan revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang disodorkan kepada parlemen salah satunya membahas mengenai mekanisme peralihan pengelolaan perpajakan dari DJP kepada satu lembaga semi otonom yang terpisah dari Kementerian Keuangan.
Hal ini tertuang dalam Pasal 24 rancangan revisi UU KUP yang menyebutkan bahwa lembaga baru ini akan efektif bekerja pada 1 Januari 2018 mendatang. Meski begitu, pemerintah menegaskan bahwa pembahasan menganai hal ini belum final.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menolak berkomentar detil terkait rencana pemisahan Ditjen Pajak Kemenkeu dari induknya saat ini. Hestu menyebutkan, pihaknya tetap tunduk pada ketentuan yang ada, termasuk menunggu pembahasan terkait RUU KUP antara pemerintah dan parlemen.
"Belum ada komentar soal itu dari kami. Kami menunggu pembahasan selanjutnya saja," ujar Hestu, Kamis (25/5). Parlemen pun menanggapi beragam soal rencana ini. Ketua Komisi XI DPR Melchias Marcus Mekeng menilai bahwa pemisahan kelembagaan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan menjadi solusi atas seretnya penerimaan pajak selama ini.
Menurutnya, wacana pembentukan satu lembaga semi otonom yang khusus menangani perpajakan sudah muncul sejak medio 2007 lalu. Alasannya, tugas Kementerian Keuangan dianggap semakin berat sejalan dengan volume ekonomi Indonesia yang terus membesar.
Mekeng menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri terukur dengan semakin tingginya belanja negara yang harus diimbangi dengan porsi penerimaan negara. "Kalau Ditjen Pajak menempel (Kemenkeu) seperti sekarang, agak kewalahan karena sumber daya manusianya tersendat. Seperti sekarang saja, ada moratorium penerimaan pegawai. Human resources harus diperbaiki," tuturnya.
Mekeng menambahkan, meski tidak ada jaminan yang pasti, namun pemisahan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan memberikan ruang bagi lembaga pengelola pajak untuk lebih fleksibel menggenjot penerimaan. Lembaga ini nantinya, lanjut Mekeng, bisa melakukan rekrutmen sendiri tanpa terikat aturan ketat terkait dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang saat ini dianggap mengekang Ditjen Pajak untuk menambah sumber daya pemeriksa.