Ahad 07 May 2017 18:55 WIB

Setelah Program Amnesti Penerimaan Pajak Melonjak

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
 Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realisasi penerimaan pajak hingga akhir April 2017 lalu menyentuh Rp 343,7 triliun. Raihan ini tumbuh 18,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, di mana penerimaan pajak saat itu sebesar Rp 290,8 triliun. Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal menyebutkan, angka penerimaan pajak yang sudah ada saat ini setara dengan 26,28 persen dari target penerimaan pajak secara menyeluruh tahun 2017 ini sebesar Rp 1.307,6 triliun.

Yon menjelaskan, angka pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 18,19 persen sudah termasuk penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) minyak dan gas bumi (migas). Sementara khusus untuk penerimaan dari PPh nonmigas, tercatat sebesar Rp 322,9 triliun. Angka ini naik 15,8 persen dari capaian periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 278,8 triliun.

"Artinya dilihat dari tren yang ada, penerimaan ini kurang lebih sudah sama lah dengan target kami. Target kami kan 18,23 target pertumbuhannya kan (kuartal pertama 2017). Ini sekarang sudah 18,19 persen pertumbuhan," kata Yon, akhir pekan ini.

Ia mengatakan, di antara total penerimaan pajak selama kuartal I 2017 ini, ada sumbangan dari Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas sebesar Rp 200 triliun, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 119,1 triliun, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp 598 triliun. "PBB di akhir tahun biasanya akan tercapai," katanya.

 

Sementara itu, setoran pajak yang berasal dari PPh migas mencapai Rp 20,7 triliun hingga akhir April 2017. Capaian ini naik cukup signifikan sebesar 73 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, dengan setoran PPh migas sebesar Rp 11,9 triliun. Sedangkan PPh pasal 21 karyawan, setorannya turun 0,08 persen atau sekitar Rp 35,94 triliun.

Adapun penerimaan PPh pasal 25/29 Orang Pribadi dan PPh pasal 25/29 Badan juga mengalami kenaikan cukup tajam. Hal ini, kata Yon, diyakini sebagai salah satu dampak keberhasilan program pengampunan pajak yang berakhir pada 31 Maret 2017 lalu.

Pajak penghasilan (PPh) pasal 25 adalah angsuran setiap bulan sehingga menjadi kredit pajak (pengurangan pajak terutang). Sementara PPh pasal 29 adalah kekurangan pajak yang terutang pada akhir tahun pajak. Sepanjang kuartal pertama tahun ini, setoran PPh pasal 25/29 dari orang pribadi mencapai Rp 5,2 triliun. Sementara setoran dari badan mencapai Rp 71,6 triliun. Artinya, kata Yon, masing-masing setoran mengalami kenaikan 71,05 persen dan 4,37 persen dibanding tahun lalu.

"Ini dampak dari tax amnesty. Yang tadinya tidak sampaikan SPT tahunan, sekarang disampaikan dan nilainya signifikan," jelas Yon.

Tak hanya itu, Yon juga menyebutkan setoran pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada awal tahun ini meningkat cukup tajam dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal ini diyakni memberi gambaran atas kemampuan konsumsi masyarakat Indonesia yang terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi yang kembali pulih. Catatan Ditjen Pajak Kemenkeu, hingga April 2017 PPN dalam negeri mencapai Rp 68,8 triliun atau naik 16,67 persen dari tahun lalu. Sementara itu, PPN impor tercatat naik 18,95 persen, dari Rp 37,7 triliun tahun lalu menjadi Rp 44,8 triliun pada 2017.

"PPN ini sudah sinyal positif bahwa ekonomi bergerak. Impor bergerak baik karena bahan baku atau barang modal. Kalau impor naik harapannya ekonomi bergerak, berarti produksi naik, nanti PPh terpengaruh," ujarnya.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo menilai bahwa memang ada pengaruh dari program pengampunan pajak yang bisa dirasakan saat ini. Salah satunya, adalah penerimaan dari PPh orang pribadi yang meningkat. Hal ini menunjukkan adanya perluasan basis pajak dan perbaikan kepatuhan pajak. Menurutnya, amnesti pajak memang sejak awal dibuat untuk bisa memperbaiki tingkat kepatuhan pajak para wajib pajak di Indonesia.

"Sedangkan peningkatan PPN itu parameter ekonomi. Artinya, dengan perekonomia Indonesia yang tumbuh 5,01 persen (kuartal I 2017), kinerja ekspor menguat. Berarti harta amnesti pajak yang masuk digunakan untuk peningkatan usaha (ekspor)," kata Suryo.

Menurutnya, harta hasil repatriasi pajak yang hingga akhir periode pengampunan pajak sebesar Rp 147 triliun sebagian telah dimanfaatkan para pengusaha untuk melebarkan bisnisnya. Hal ini tercermin dari kinerja ekspor Indonesia yang pertumbuhannya melonjak hingga 8,04 persen sepanjang kuartal pertama tahun ini. Padahal, di periode yang sama tahun lalu pertumbuhan ekspor terkontraksi dengan pertumbuhan -3,29 persen.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani menilai, peningkatan penerimaan pajak dari PPN memang menunjukkan adanya peningkatan konsumsi masyarakat. Namun, menurutnya, kalangan pengusaha belum sepenuhnya bisa merasakan kenaikan pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun ini. "Di lapangan kami ragu kok belum memgangkat. Jalan sih iya, tapi belum seperti harapan," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement