Rabu 19 Apr 2017 18:18 WIB

Pemerintah Didorong Tingkatkan Kampanye Industri Sawit

Rep: Frederikus Bata/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pekerja di kawasan perkebunan kelapa sawit Cikidang, Sukabumi.
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja di kawasan perkebunan kelapa sawit Cikidang, Sukabumi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Fadhil Hasan meminta pemerintah  meningkatkan kampanye sawit di tanah air. Menurut Fadhil  industri sawit merupakan salah satu andalan Indonesia.

"Kita memang harus meningkatkan kampanye kita soal sawit dan harus lebih intensif kampanyenya," kata Fadhil lewat siaran pers yang diterima di Jakarta, pada Rabu (19/4).

Ia mencontohkan bagaimana lewat industri tersebut menambah penyerapan tenaga kerja. Fadhil mengungkapkan sekitar empat juta tenaga kerja mencari nafkah di industri kelapa sawit.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menerangkan sawit yang Indonesia salah satu negara  penghasil sawit selain Malaysia. Sementara Eropa berada di dua negara tersebut.

"Kalau misalnya mereka tidak memberi prasyarat yang memberatkan, maka Indonesia bisa jadi price maker," ujarnya.

Menurut dia Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) harus memaksimalkan sosialisasi industri sawit pasca Parlemen Uni Eropa yang melarang Indonesia ekspor sawit dan biodiesel ke negara lain.

"Karena alasannya masih banyak masalah dari deforestasi, korupsi, pekerja anak-anak sampai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)," tutur Enny menjelaskan.

Ia mengatakan KLHK tidak pernah merilis data yang benar-benar akurat  misalnya berapa hutan industri di masing-masing perusahaan. Menurutnya jangan sampai perusahaan yang sudah memegang sertifikasi nasional terkena imbas atas persoalan-persoalan tadi.

"Sebenarnya hanya persoalan sebagian kecil sebagian besar bagus. CPO ini porsinya ekspor lho sehingga kalau mereka, sudah pasti kalau yang besar ekspor, sudah sendirinya memenuhi standar internasional. Standar internasional ketat dan mereka tidak mungkin main-main," ujar Enny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement