REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ekonom Azis Setyawan menilai, masalah transfer daerah masih dominan untuk belanja pegawai dan rutin serta tidak menguatkan secara kokoh program-program kesejahteraan. Transfer Daerah APBN 2017 yang mencapai Rp 704 triliun, juga belum didukung kapasitas eksekusi dan akuntabilitas yang baik.
Menurut dia, peningkatan alokasi anggaran infrastruktur ke daerah yang semakin besar membutuhkan kebijakan dan sistem pendukung yang kuat, agar benar-benar terbelanjakan secara tepat dan tidak menjadi dana yang menganggur. ''Faktanya dana pemda menganggur masih tinggi,'' kata Azis, saat dihubungi, Ahad (16/4).
Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah pusat juga harus memiliki kebijakan reward and punishment, serta koordinasi kebijakan antara pusat dan daerah yang kokoh dan efektif. Perlu ada kebijakan afirmatif untuk kesejahteraan yang lebih langsung untuk kelompok terbawah.
Terkait dengan alokasi Dana Desa sebesar Rp60 triliun bagian dari transfer daerah, Azis menuturkan, seharusnya dapat ditingkatkan secara lebih signifikan dan didukung sistem akuntabilitas yang baik. Hal itu agar berdampak pada pembangunan desa dan penciptaan lapangan kerja di pelosok-pelosok desa.
Apalagi, dana desa dibutuhkan untuk menyokong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan penduduk desa. ''Selain itu alokasi Dana Desa juga diprioritaskan untuk fungsi ekonomi produktif lebih besar dibanding dengan infrastruktur fisik,'' jelas dia.
Alokasi transfer daerah dan dana desa yang semakin besar diharapkan juga didukung oleh kebijakan untuk mendorong penumbuhan pusat -pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah-daerah unggulan dan potensial. Baik berbasis pariwisata, maritim, pertanian, maupun dengan produk unggulan desa yang lain.