REPUBLIKA.CO.ID,JATIGEDE -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengebut proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatigede agar bisa beroperasi pada 2019 mendatang. Menurut Direktur Regional Bisnis Jawa Bagian Tengah PT PLN, Nasri Sebayang, Kamis (6/4), kapasitas listrik yang bisa dipasok dari pembangkit ini mencapai dua kali 55 megawatt (MW).
Proyek PLTA Jatigede, menurut Nasri, sudah terbengkalai selama puluhan tahun. Proyek ini seharusnya dibangun pada 1960-an. Akan tetapi, hingga pergantian pemerintahan dari Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), proyek tersebut tak juga dimulai. Baru pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo proyek besar ini akhirnya dikerjakan secara nyata.
Melihat perkembangan terakhir, Nasri optimistis PLTA Jatigede bisa beroperasi pada 2019 mendatang. Apalagi, proyek ini juga melibatkan ahli dari luar negeri, termasuk 127 orang dari Cina. Ada juga dari negara asing lainnya, termasuk dari Eropa. “Kendala pasti ada, termasuk kendala teknis. Akan tetapi, kami bisa mengatasinya. Bisa dibilang kendala tersebut tidak signifikan bagi kami,” ungkap Nasri.
Nasri menjelaskan, PLT juga bekerja sama dengan pihak lain untuk menggarap proyek tersebut, termasuk kontrak pekerjaan utama antara PLN dan Sinohydro-PP Consortium yang ditandatangani pada 19 Desember 2014. Jangka waktu pelaksanaan 43 bulan. Selain itu, pihaknya juga melibatkan konsultan untuk engineering design dan supervisi konstruksi melalui skema consultant leading dengan PLN-E dan subkonsultan Fitchner GmBH & Co KG.
Menurut General Manager PLN UIP Jawa Bagian Tengah I Anang Yahmadi, proyek Jatigede melintasi empat desa, yaitu Desa Cipeles, Karedok, Kadujaya, dan Cijeungjing. PLTA tersebut sangat strategis karena bisa menambah manfaat bendungan dan waduk Jatigede. Selain itu, pembangkit ini juga akan memperkuat proyek kelistrikan, terutama di Jawa Barat sebagai pembangkit beban puncak. “Yang pasti, PLTA Jatigede ini juga bagian dari megaproyek listrik 35 ribu MW yang harus selesai pada 2019 mendatang,” kata Anang.
PLTA Jatigede akan meningkatkan keandalan sistem di subsistem Bandung Selatan dan subsistem Mandirancan. Pembangkit ini juga akan mengurangi beban saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150 kilovolt Sunyaragi-Rancaekek. PLTA Jatigede juga bisa menurunkan biaya pokok produksi keseluruhan karena menggunakan energi air. Anang memperkirakan titik impasnya bisa lima sampai enam tahun.
Nasri menjelaskan, kapasitas listrik dari PLTA Jatigede tidak terlalu besar, hanya dua kali 55 MW. Akan tetapi, ini proyek energi baru dan terbarukan. “Karena itu, PLTA Jatigede sangat, sangat berarti dalam pembangunan dan peningkatan kapasitas energi terbarukan,” ujar Nasri.
Rencana produksi tahunan dari PLTA Jatigede, akan menghasilkan suplai listrik hingga 462,6 GWh. Sumber dananya dari APBN serta Anggaran Perusahaan Listrik Negara (APLN) dan pinjaman dengan skema export credit agency (ECA). Total investasi untuk proyek ini mencapai 140 juta dolar AS.