Kamis 06 Apr 2017 16:03 WIB

BEI Beberkan Penyebab Kinerja IHSG Catat Rekor Tertinggi

Red: Nur Aini
 Pekerja memantau pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (4/4).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pekerja memantau pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (4/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai bahwa kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) yang bergerak naik dalam beberapa hari terakhir ini hingga mencatatkan rekor tertinggi dipicu sejumlah data kinerja emiten tahun buku 2016 serta fundamental ekonomi yang kuat.

"Salah satunya yang dilihat bagaimana baiknya hasil kinerja 2016, ekonomi kita juga bagus. Itu yang banyak dilihat investor sehingga juga memicu asing masuk ke pasar," ujar Direktur Utama BEI Tito Sulistio di Jakarta, Kamis (6/4).

Ia menambahkan bahwa potensi kenaikan peringkat utang oleh Standard & Poor's (S&P) juga turut mempengaruhi. Hal itu seiring dengan tata kelola fiskal negara yang terus mengalami perbaikan. "Tata kekola fiskal kita membaik, pertumbuhan ekonomi bagus, pasar keuangan kita juga likuid. Sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak menaikan peringkat. Harusnya sih sudah waktunya," ujarnya.

Berdasarkan data BEI, IHSG sejak awal tahun hingga 5 April 2017 mencatatkan kenaikan sebesar 7,18 persen menjadi ke posisi 5.676,98 poin. Sementara itu, investor asing membukukan beli bersih atau foreign net buy sebesar Rp 9,718 triliun. Sedangkan posisi IHSG tertinggi berada di level 5.676,98 poin.

Dalam rangka mendorong masyarakat berinvestasi di pasar saham melalui program "Yuk Nabung Saham", Tito Sulistio merencanakan untuk mengajukan usulan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menghapus pajak dividen bagi investor. "Jadi bagi investor yang menabung saham Rp 10 juta per bulan dan rutin setiap bulannya maka diusulkan pajak dividen akan dihapuskan. Di Jepang telah diterapkan terhadap investor kecil," ucapnya.

Ia menjelaskan bahwa saat ini terdapat 64 juta rumah tangga di Indonesia, diharapkan sekitar satu juta rumah tangga tertarik dengan insentif tersebut sehingga turut berperan dalam perkembangan industri pasar modal. "Bayangkan kalau 1 juta orang nabung Rp 1 juta per bulan, maka ada Rp 10 triliun lebih ke ekuitas," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement