REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pemalsuan bilyet deposito yang dilakukan oknum PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) kini masih dalam proses hukum. Meski begitu, perseroan menyatakan sudah mengembalikan uang nasabah yang hilang sebesar Rp 140 miliar.
Total dana hilang akibat pemalsuan itu pun mencapai Rp 258 miliar. "Kemarin sudah kita kembalikan Rp 140 miliar," kata Direktur Utama BTN Maryono, saat ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Kamis (30/3).
Ia menjelaskan, dana pengembalian berasal dari giro milik oknum BTN yang terlibat dalam kasus pemalsuan bilyet deposito. BTN pun memecat para pegawai yang terlibat langsung dalam kasus tersebut.
"Kepala kantor kas kita pecat. Lalu pegawai-pegawai yang terlibat tidak langsung kena sanksi berat dan sedang," ujarnya. Ia menambahkan, kasus itu pun terjadi di luar sistem perseroan.
"Pemalsuan bilyet deposito adalah kelakuan oknum, karena tidak dilakukan dengan sistem dan bukan produk BTN," kata Maryono. Maka Untuk mencegah fraud (tindak pidana perbankan) agar tidak terjadi lagi, perseroan terus melakukan sosialisasi kepada nasabah.
"Kami juga punya program antifraud, kami lakukan pencegahan, deteksi, investigasi, serta pemantauan dan tindak lanjut," kata Maryono. Ia menyarankan agar nasabah lebih hati-hati dalam bertransaksi dan tetap menjaga komunikasi dengan beberapa cabang BTN terdekat.
Kasus pemalsuan bilyet deposito terungkap dari laporan pada 16 November 2016 terkait kegagalan pencairan deposito sebelum jangka waktu. Terkait laporan itu, BTN melakukan verifikasi dan investigasi. Dari sana, perseroan menemukan bilyet deposito palsu yang ditawarkan sindikat oknum yang mengaku sebagai karyawan pemasaran Bank BTN. Perseroan telah melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian.