Rabu 29 Mar 2017 16:54 WIB

Jalan Terjal Pencapaian Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Dwi Murdaningsih
Direktur Perluasan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan E Ilyas Lubis.
Foto: Republika / Darmawan
Direktur Perluasan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan E Ilyas Lubis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak ada keinginan lain dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan selain seluruh pekerja formal dan nonformal di Indonesia bisa mendapatkan manfaat. Dengan demikian, visi BPJS agar menjadi badan penyelenggara kebangaan Indonesia dapat terlihat jelas, setidaknya pada 2020. Hal ini merupakan beberapa keinginan kuat dan target yang hendak dicapai BPJS Ketenagakerjaan dalam lima tahun mendatang.

Dalam menggapai target itu, BPJS Ketenaga kerjaan tidak menampik, kerap menemukan jalan terjal atau hambatan. Direktur Perluasan Kepesertaan dan Hubungan Antarlembaga, BPJS Ketenagakerjaan, E Ilyas Lubis mengatakan, sudah banyak sektor yang mulai menyadari pentingnya mengikuti BPJS ini, seperti pada transportasi dan sektor para pedagang.

Menguatkan Pentingnya Jaminan Sosial di Lingkungan Para Pekerja

"Sebetulnya di nelayan masih tidak terlalu banyak, walau memang sudah ada," ujar Ilyas saat ditemui Republika di Kantor BPJS Ketenagakerjaan, Jakarta, belum lama ini.

Menurut Ilyas, berbagai cara telah dilakukan BPJS Ketenagakerjaan agar bisa mendorong para nelayan mengikuti pelayanan ini. Bahkan, perusahaan telah melakukan sejumlah kampanye. Sayangnya, hal ini terganjal dengan masalah regulasi nelayan yang diatur tersendiri oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Regulasi khusus ini membuat sulit untuk memasukkan nelayan pada sistem jaminan sosial milik BPJS Ketenagakerjaan. Sebab, mereka sudah memiliki aturan di bawah kementerian terkait, terutama sistem jaminan sosial. "Kalau bisa di bawah kita, mereka tentu masuknya dengan skema jaminan sosial kami," kata dia.

Selama ini, menurut Ilyas, nelayan lebih sering mendapat bantuan dari pemerintah melalui skema asuransi yang bukan BPJS Ketenagakerjaan. Dengan kata lain, mereka mendapatkannya melalui sistem asuransi yang nonkomersial.

Ilyas pun menegaskan, BPJS Ketenagakerjaan memang mau tidak mau harus meluruskan hal ini. Dia juga telah berdiskusi perihal ini ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan menyepakatinya. Pemerintah sebenarnya sepakat bahwa pelaksanaan dan skema jaminan sosial pada 2017 sudah seharusnya di bawah BPJS Ketenagakerjaan.

Menurut dia, BPJS Ketenagakerjaan telah ditentukan menjadi penyelenggara jaminan sosial para pekerja di Tanah Air. Perusahaan pun memiliki tugas dalam memberikan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Pensiun (JP).

"Kita penyelenggara jaminan sosial yang dibentuk undang-undang dan ketentuannya mengatakan seperti itu. Jadi intinya, memang masih ada beberapa regulasi yang kami perlukan. Itu hambatan dari sudut pandang regulasinya," kata dia.

Ilyas menambahkan, masalah pemahaman untuk para pekerja, terutama yang nonformal, memang harus terus dilakukan. Akan tetapi, cara yang ditentukan sudah seharusnya disesuaikan dengan kearifan lokal agar mudah diterima.

Dengan kata lain, upayanya harus berbeda sebagaimana yang selama ini dilakukan pada pekerja di sektor formal. "Kita harus dialog langsung dengan menyesuaikan kebudayaan lokal," ujarnya.

Sebelumnya, hal tersebut sempat dilaku kannya bersama Komisi IX DPR di salah satu daerah di Bandung. Pendekatan yang dilakukan melalui penampilan kesenian semacam reog yang sudah tidak asing lagi bagi mereka.

"Kalau seperti ini, pesan yang kita sampaikan tentu bisa mudah dicerna dan mengena, terutama pekerja bukan penerima upah setempat. Jadi, kita memang harus melakukan berbagai cara yang bervariasi, supaya dapat menjadi perhatian masyarakat setempat," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement