REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- "Saya mah kalau tidak dagang tidak betah," ujar Enah (35 tahun), salah satu anggota Amartha Mikro Fintek, perusahaan Peer to Peer Lending Platform yang fokus dalam pembiayaan mikro.
Terbiasa berdagang sejak gadis, Enah tidak lagi melihat berdagang sebagai sesuatu yang harus dilakukan semata untuk menyambung hidup. Kegiatan berdagang sudah mendarahdaging dalam dirinya.
Enah adalah pedagang bakso, aneka soto, mi ayam, dan gorengan. Berawal dari rumah, ia kini telah membuka cabang di Pasar Nyuncung dan Pasar Ciseeng di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Lima juta rupiah adalah rata-rata total omset dagang mingguan yang diperolehnya selama berjualan di kedua lokasi tersebut.
Tekad untuk terus maju
“Pembiayaan pertama sebesar Rp 500 ribu dari Amartha saya gunakan untuk pasang keramik rumah yang sebelumnya masih tanah. Pembiayaan kedua sebesar Rp 1,5 juta saya pakai untuk buka cabang di Pasar Ciseeng”, demikian ungkap Enah, anggota Amartha yang bergabung pada 2010.
Enah tidak sendiri dalam menjalankan usahanya, suaminya ikut serta. Bahkan delapan anaknya bahu membahu membesarkan usaha keluarga. Ia bercerita anaknya yang sudah lulus SMK dan bekerja memutuskan untuk memilih mengembangkan usaha bersamanya.
“Pagi jam 3:30 anak-anak semua bangun. Mereka bantu cuci beras, marut kelapa, peras santan, dan iris seledri. Anak sulung saya juga bantu jualan. Bahkan sekarang ini si teteh mah udah bisa jualan sendiri di Pasar Nyucung. Teteh yang paling tua jualin soto, ade-ade-nya ikut jualin minuman botol,” tutur Enah bersemangat.
Delapan anak sama sekali bukan kendala bagi Enah. Ia bukan hanya mampu membesarkan usahanya, tetapi juga membangun kerjasama antar anggota keluarga. Enah mengaku anak-anaknya yang lebih besar selalu berinisiatif menjaga adik-adiknya ketika ia dan suami sibuk di pasar.
Ketika ditanya akan motivasi yang mendorongnya terus semangat berdagang, ia menjawab. "Saya ingin anak-anak terus sekolah. Suami dan Saya ingin anak-anak sukses. Saya hanya lulusan Sekolah Dasar. Semoga, semua yang mereka butuhkan dapat terbiayai sampai mereka dapat mencapai cita-cita mereka,"
Adanya trauma di masa lalu, dimana mereka tidak memiliki beras dan tidak memiliki uang sepeser pun untuk anak membeli makanan membuatnya bertekad untuk terus mengembangkan usahanya. Enah menambahkan bahwa tantangan berdagang dapat diatasi dengan terus menjalin hubungan baik dengan pembeli dan sesama pedagang. Ia percaya bahwa dengan ikhlas dalam berdagang, rejeki yang didapat akan berlipat.
Meski hanya lulusan SD, Enah tidak merasa rendah diri. "Saya mah lulusan SD juga ngitung nggak perlu pakai kalkulator! Terus pekerja Saya juga nggak bisa korupsi, karena saya selalu ingat berapa mangkok bakso dan soto yang terjual. Saya juga rinciin uang yang masuk dan keluar berapa. Saya catat semuanya.”
Tabungan Amartha
Selain pembiayaan modal usaha, Enah juga merasakan manfaat Tabungan Amartha. Ia mengaku tidak pernah menabung sebelumnya. Namun ternyata ia merasa nyaman memiliki tabungan, yang bisa dipakai sewaktu-waktu saat ada kebutuhan mendadak untuk urusan dagang atau yang lainnya.
Mengenai sistem berkelompok yang Amartha kedepankan, ia berujar, “Saya sibuk dagang sampai tidak ngobrol dengan tetangga. Dengan ikut kumpulan majelis mingguan, saya bisa silaturahmi lagi dengan tetangga.”
Enah memiliki visi yang kuat dalam mengembangkan bisnis. Ia bercita-cita untuk menyewa satu ruko lagi untuk anak tertuanya serta memanfaatkan aset tanahnya untuk dikontrakan. Melalui usaha-usaha ini, ia juga terus merangkul saudara-saudaranya yang masih menganggur. Pengusaha wanita yang ulet, berintegritas, dan memiliki visi seperti Enah, merupakan contoh bagi anggota Amartha lainnya. Amartha juga percaya pembiayaan yang diberikan telah dan akan terus berkontribusi kepada sesuatu yang bermanfaat.