REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- “Alhamdulillah, sekarang ini usaha udah mulai enak. Sebulannya bisa lebih lah dari Rp 5 juta pemasukannya,” cerita Apsiah mengenai usaha budidaya dan jual beli ikan cupangnya yang terus berkembang. Sepanjang bercerita mengenai usahanya, Apsiah tidak lepas dari senyum.
Apsiah adalah salah satu anggota Amartha Mikro Fintek sebuah perusahaan penyelenggara layanan Peer-to-Peer (P2P) Lending Platform yang fokus memberikan permodalan bagi pelaku usaha mikro.
Apsiah terbilang sukses mengembangkan usahanya. Biasanya pada pada pembiayaan pertama, banyak anggota yang masih fokus pada pembiayaan konsumtif (seperti renovasi rumah, biaya anak sekolah, dll), namun ia justru mulai meniti langkah kecil untuk usahanya. Dengan pembiayaan Rp 500 ribu untuk pertama kali, Apsiah membeli 500 ekor cupang dan menjualnya di lapak di daerah Jatinegara.
Berangkat dari Keahlian
Usaha cupang ini sudah dijalani oleh Apsiah sebelum ia menikah Apsiah. Kala itu ia ikut bersama kakak laki-lakinya yang memulai usaha lebih dahulu. Bersama sang kakak ia memperhatikan betul-betul mulai dari memilih bibit, mengatur cara merawat cupang untuk mendulang untung-menurunkan risiko kerugian.
Apsiah dengan keahliannya mengerti betul, musim adalah faktor yang sangat mempengaruhi untung-rugi. Keahliannya di masa muda terus dibawa hingga akhirnya ia menikah dan memutuskan usaha cupang bersama suami.
"Usaha cupang tuh bisa dibilang sederhana. Untungnya lumayan, selain itu saya bisa sambil ngurus rumah, anak, dan suami.” tutur Apsiah.
Apsiah mengaku bahwa mereka bukan dari keluarga mampu yang bisa meminjamkan dana untuk usaha. Oleh karena itu saat memulai usaha ia perlu mengumpulkan seperek-dua perak dengan ikut arisan. Dari menang arisan itulah usahanya dimulai.
“Memang jadi masalah sendiri karena arisan dapatnya gak banyak dan putarannya lama,” cerita Apsiah mengingat awal usahanya.
Pinjaman dari tetangga pun bukan pilihan solusi, menurut Apsiah pinjam tetangga belum tentu dipercaya dan khawatir justru menjadi bahan cibiran. Sampai akhirnya Apsiah mengenal Amartha dari Ibu RT, ia berpikir modal pembiayaan tersebut adalah titik cerah untuk mengembangkan usahanya.
Di awal ia mendapat pembiayaan sebesar Rp 500 ribu yang ia habiskan untuk membeli bibit ikan cupang. Kini pembiayaan yang sedang berjalan, Rp 5 juta, ia manfaatkan untuk membuat kolam, membeli bibit, dan merenovasi teras rumahnya.
Sejak awal Apsiah memang menggunakan pembiayaan Amartha untuk modal usaha karena uang untuk usaha tidak akan cepat habis, justru terus bertambah seiring berkembangnya usaha.
Awal Usaha
Usaha ini dilakukannya dengan berbagi tugas bersama suami. Apsiah bertugas memisahkan cupang per ekor ke dalam plastik dan toples karena ikan tersebut tidak bisa ditempatkan di satu tempat. Khawatir ekornya yang cantik akan rusak karena berkelahi. Selain itu ia juga bertugas mengganti airnya
Sedangkan sang suami yang menjualnya di lapak Pasar Jatinegara sejak jam 2 pagi. Kini ia juga memiliki satu kios kecil di Blok M dan suami Apsiah juga turut kesana setiap hari.
“Orangnya rajin banget Bapak. Kalau belom sakit, dia mah masih ayo aja tiap pagi berangkat,” Apsiah bercerita bagaimana perjuangan ia dan suami membesarkan usaha bersama.
Tim solid menurut Apsiah adalah salah satu kunci mengapa usahanya bersama suami terus berkembang. Ia dan suami memiliki tujuan yang sama, membesarkan usaha dan menyekolahkan anak satu-satunya hingga ke perguruan tinggi.
Meski suami-istri, Apsiah bercerita bisnis adalah bisnis. Dalam usaha ini Apsiah sebagai petani cupang. Ia membeli bibit cupang untuk dibesarkan selama kurang lebih tiga bulan. Setelah cupang siap panen, ia menjualnya ke suami Rp 2.000/ekor.
“Bisnis ya bisnis, dengan begitu saya juga kan di rumah akhirnya menghasilkan pendapatan pribadi,” jelas Apsiah sambil terkekeh.
Hingga kini ia berhasil memutar uangnya, dari usaha yang dijalaninya bersama suami ia telah membeli tanah dan membangun rumah sendiri, membeli dua buah motor yang juga digunakan untuk usaha, membeli beberapa bidang tanah untuk kolam cupang, dan memiliki lapak di Jatinegara serta sewa ruko di Blok M.
Apsiah merasa bersyukur dengan apa yang ia miliki sekarang ini, terutama motor. "Dulu suami berangkat ke Pasar Jatinegara naik angkot, udah mah mahal, sampe-nya juga lama. Sekarang saya dan suami udah pisah juga dari rumah orang tua, Alhamdulillah rasanya lebih mandiri lagi,”kata Apsiah.
Mimpi ke Depan
Apsiah mendobrak mitos bahwa di desa dan keadaan ekonomi yang pas-pasan tidak perlu bermimpi banyak. Ia masih memngasuh impiannya. Apsiah ingin memiliki ruko di pinggir jalan, dengan begitu dirinya bisa mengembangkan usaha lain lagi, selain cupang sebagai tambahan pemasukan.Ia ingin juga menyekolahkan anaknya hingga kuliah.
“Ya walaupun emak-bapaknya, nggak punya ijazah, saya pengen betul, anak saya kuliah sampai tinggi!”
Rencana tersebut tentu bukan dibangun satu-dua malam, ia dan suami rajin menabung bahkan meminta Amartha untuk bisa menyediakan tabungan pendidikan yang baru akan ia ambil sepuluh tahun kemudian.
“Biaya pendidikan kan pasti engga sedikit. Mumpung saya dan suami masih kuat usaha, pengen nabung banyak-banyak. Jadi nanti pas anak masuk SMP-SMA-sampai kuliah, dananya ada, tinggal ambil,” tutup Apsiah ketika ditanya apa yang mau ia lakukan untuk impiannya.