REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Selatan Harymurthy Gunawan memaparkan daerah setempat tak mungkin terus mengandalkan batu bara sebagai penopang utama pembangunan untuk jangka menengah dan panjang. Ia mengingatkan ke depannya dunia akan mengganti batu bara dengan energi terbarukan. "Pemerintah daerah harus menggali potensi-potensi baru untuk mengembangkan sektor perekonomian nontambang," ujarnya di Banjarmasin, Jumat.
Saat ini, kenaikan harga batu bara disertai kenaikan volume ekspor menjadi sumber kenaikan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan. Hanya saja, kenaikan harga tersebut diperkirakan hanya jangka pendek. "Kenaikan harga batu bara akan dihadapkan dengan tantangan penggunaan energi terbarukan dan kampanye pelestarian lingkungan yang akan menjadi salah satu faktor turunnya harga," jelas Hary.
Selain itu, negara-negara maju ke depannya akan lebih memilih sumber-sumber energi terbarukan dibandingkan sumber energi fosil. Hary mengatakan dalam jangka panjang akan muncul penopang ekonomi baru. "Seperti teknologi shale gas dan batu bara diperkirakan akan digantikan sumber daya terbarukan yang lebih bersih."
Menghadapi kondisi tersebut, Hary berpendapat strategi pertumbuhan ekonomi melalui hilirisasi adalah kunci untuk mendorong perekonomian. "Industri potensial di Kalimantan Selatan adalah agroindustrisebagaimana tertuang dalam RPJMD 2016-2021. Kalimantan Selatan memegang peranan penting industri hulu bagi perkebunan," katanya.
Mendatang, sektor pertambangan, konstruksi, LGA dan jasa lainnya, hanya akan menjadi sektor penopang, untuk menuju pertumbuhan ekonomi Kalsel yang lebih lestari dan ramah lingkungan. "Tidak dapat dimungkiri, di tengah perbaikan harga batu bara serta potensi permintaan dari India dan Jepang, sektor pertambangan menjadi sumber peningkatan pertumbuhan ekonomi Kalsel pada tahun 2017, namun kami harap pemerintah tidak terlena dengan hal ini," katanya.
Selain itu, kelanjutan pembangunan infrastruktur pemerintah dan energi (pembangkit) juga akan mendorong sektor konstruksi dan LGA.
Sementara untuk inflasi, pada 2017 ini diprakirakan akan meningkat namun masih berada dalam rentang sasaran. Hary mengungkapkan risiko inflasi pada 2017 utamanya bersumber dari kenaikan harga yang diatur pemerintah, seperti kenaikah tarif dasar listrik, gas dan lainnya.