REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Pembangunan Asia (ADB) berkomitmen untuk memberikan pinjaman sebesar 2 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 26,6 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Direktur Analisis Ekonomi ADB Edimon Ginting menjelaskan, komitmen ini akan difokuskan untuk pembangunan infrastruktur sektor energi, khususnya pembangkit listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT).
Meski begitu, lanjutnya, ADB akan membuka peluang agar aliran dana pinjaman bisa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur sektor transportasi. "Memang kita akan bangun kita arahkan ke energi terbarukan. Dari segi sektor tadi, sama dengan pemerintah, memang kita akan lebih fokus ke energi, juga sektor infrastruktur transportasi untuk bandara misalnya, akan dibahas ke depan. Yang penting gimana membuat proyek itu ready," ujar Edimon saat dikonfirmasi, Rabu (22/3).
Namun, Edimon juga menegaskan bahwa ADB terus mendorong keikutsertaan dari pihak swasta untuk terlibat dalam pembangunan infrastruktur. ADB juga menyediakan pinjaman bagi sektor swasta yang mau terlibat dalam proyek infrastruktur pemerintah.
Ia menyebutkan, bila pinjaman yang dibawa ADB sebesar 400 hingga 600 miliar dolar AS, maka pembiayaan ikutan yang diharapkan masuk dari pihak swasta lain bisa di atas angka tersebut. "Co-financing yang dibawa barangkali bisa lebih besar. Itu intinya. Seperti yang disampaikan tadi adalah itu leveraging. Itu intinya. Jadi memang link kita itu di infrastruktur, di private sector," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, besaran pinjaman ini untuk melengkapi kebutuhan Indonesia dalam pembangunan infrastruktur keseluruhan sebesar 74 miliar dolar AS atau Rp 987,2 triliun per tahunnya. Apalagi, dengan nilai investasi eksisting yang sudah ada saat ini sebesar 23 miliar dolar AS, maka masih ada gap atau kekurangan investasi hingga 51 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 679 triliun per tahun.