Rabu 22 Mar 2017 17:27 WIB

Wapres JK Pastikan Pemerintah tidak Setuju RUU Pertembakauan

Rep: Debbie Sutrisno‎/ Red: Bayu Hermawan
 Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan arahan pada Penutupan Tanwir Muhammadiyah di Islamic Center, Ambon, Maluku, Ahad (26/2).
Foto: Republika/ Wihdan
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan arahan pada Penutupan Tanwir Muhammadiyah di Islamic Center, Ambon, Maluku, Ahad (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemerintah akan mengirimkan perwakilan menteri untuk melakukan pembahasan terkait rancangan undang-undang (RUU) Pertembakauan yang sebelumnya diajukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).  Perwakilan ini nantinya akan membahas sikap pemerintah atas permintaan adanya undang-undang pertembakauan.

Meski demikian, Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan jika adanya perwakilan menteri ke DPR bukan untuk menyetujui adanya pembahasan lanjutan untuk RUU tersebut. Menurutnya, saat ini pemerintah telah satu suara untuk tidak melanjutkan pembahasan mengenai RUU Pertembakaun.

"Itu surat untuk membicarakan bagaimana pemerintah tidak setuju (RUU Pertembakuan). Bukan pemerintah setuju," kata Jusuf Kalla, Rabu (22/3).

JK, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa dengan adanya surat dari surat dari DPR mengenai permintaan pemabahasan mengenai RUU, maka presiden mengeluarkan Surpres (surat presiden) paling lambat 60 hari kerja setelah menerima RUU inisiatif DPR. Surpres ini berisikan penunjukkan menteri untuk mengoordinasikan persiapan dan pembahasan.

Karena surat dari DPR untuk RUU pertembakauan sudah dilayangkan, sudah semesainya pemerintah menanggapi usulan tersebut. Namun, pada prinsipnya pemerintah dalam sidang kabinet telah memastikan bahwa usulan ini tidak sesuai dengan apa yang ingin dijalankan pemerintah.

Isi surat presiden yang telah dilayangkan ke DPR, JK belum mengetahuinya secara pasti. Hanya saja pemerintah akan mengikuti hasil sidang kabinet yang tida menyetujui pembahasn lebih lanjut mengenai RUU Pertembakauan.

"Surpres kan tergantung isinya. Ujungnya adalah pemerintah tidak sependapat dengan RUU. Jadi, tidak perlu ada UU. Itu prinsip. Prinsip bagaimana caranya agar saling menghargai perlu ada," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement