REPUBLIKA.CO.ID, SINGKAWANG -- Presiden Joko Widodo mengingatkan sektor pelayanan publik masih perlu perbaikan, terutama setelah terbongkar praktik pungutan liar (pungli) di kawasan Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda. "Kami melihat Rp 6,1 miliar itu adalah angka yang besar. Pasti sudah dilihat lama. Itu yang ketahuan lho ya, hati-hati saya ingatkan," kata Presiden Jokowi, di Singkawang, Jumat (17/3) malam.
Tim Bareskrim Mabes Polri bersama Polda Kalimantan Timur (Kaltim) dan Polresta Samarinda yang berjumlah 100 personel, Jumat (17/3) pagi, sekitar pukul 09.00 WIB, menggeledah Koperasi Samudera Sejahtera (Komura). Dalam penggeledahan tersebut, tim gabungan yang juga dikawal personel Brimob Polda Kaltim menyita uang Rp 6,1 miliar, dua unit komputer serta sejumlah dokumen.
"Perlu kita ingatkan semuanya bahwa kita ini ingin memperbaiki sistem yang ada. Jadi jangan sampai justru saat kita memperbaiki sistem-sistem pelayanan yang ada untuk percepatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pada pelayanan dunia usaha, percepatan pelayanan untuk ekspor, percepatan perizinan. Saya ingatkan agar semuanya hati-hati, layani dengan baik, layani dengan cepat karena yang namanya saber pungli itu bekerja," kata Presiden lagi.
Praktik dugaan pungutan liar terhadap truk itu ditemukan tim gabungan saat melakukan pendindakan terhadap Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) di kawasan Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda. Pada temuan tersebut, tim mendapati adanya penarikan retribusi terhadap setiap truk yang masuk ke Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda.
Penarikan retribusi itu, dilakukan oleh perorangan di bawah naungan sebuah koperasi. Karena itu, jika dibandingkan dengan di Surabaya, Jawa Timur, biaya untuk satu kontainer hanya Rp 10 ribu, sedangkan di Samarinda untuk kontainer 20 feet dikenakan tarif Rp 180 ribu, dan 40 feet sebesar Rp 350 ribu. Selisihnya lebih dari 180 persen. Polisi juga akan segera memeriksa Jafar Abdul Gaffar, sebagai Ketua Komura yang juga menjabat Ketua DPD II Partai Golkar Samarinda.