Selasa 14 Mar 2017 16:05 WIB

Ini Kendala Pertamina Mengembangkan BBG

Rep: Frederikus Bata/ Red: Dwi Murdaningsih
Beberapa Bajaj antre mengisi BBG di Envogas Pertamina, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (5/10).
Foto: Republika/ Wihdan
Beberapa Bajaj antre mengisi BBG di Envogas Pertamina, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (5/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina Persero melalui Pertagas diminta membangun infrastruktur demi target diversivikasi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG). Compressed Natural Gas and City Gas Manager Pertamina Ryrien Marisa  mengatakan dalam praktiknya, terdapat kendala di lapangan.

Ryrien menjelaskan saat ini lahan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) realtif kecil. Pihaknya harus menyeleksi jika diminta membangun SPBG dalam area SPBU.

"Kita seleksi mana yang muat karena ada beberapa alat besar yang harus disediakan di SPBU. Nanti klo mau layani BBG harus ada scruber, dryer,  kompresor, di luar yang dispensernya. Kalau BBM kan bisa taroh di bawah tanah klo BBG ga bisa harus diatas, itu kendalanya," kata dia, saat ditemui di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Selasa (14/3).

Ini Alasan Indonesia Perlu Beralih ke BBG

Ia melanjutkan, persoalan biaya operasi turut diperhitungkan pihaknya. Pasalnya baik Pertamina, maupun PGN menurut dia berpotensi memiliki kerugian jika biaya angkut tidak tercakup.

"Tadi pak Jonan bilang kalau nggak pake pipa pake mobile aja, kendalanya biaya angkut itu tidak tercover oleh biaya harga BBG yg ditetapkan pemerintah siapa yg tangung itu, itu dibebankan ke badan usaha seperti pertamina dan PGN jadi kerugian lah bagi kami misalnya mau dikembangkan masif kan jadi maslaah tadi pak jonan bila akan disesuaikan harganya," kata  Ryrien.

Ia menerangkan saat ini harga BBG per liter setara premium di Jakarta Rp 3100 (harga yang ditetapkan pemerintah). Sementara secara keekonomian berada pada kisaran RP 4500-Rp 5000.

Ia menuturkan jika, Pertamina mengikuti harga keekonomian, tidak menarik minat pelangggan. Sebab, hanya berselisih sedikit dengan BBM yang telah lama dipakai.

"Kami Pertamina tunggu kebijakan pemerintah, apakah untuk jaga gap bbm nanti dinaikan atau ada subsidi khusus kami tunggu dan usulkan yg jelas untuk menarik investor di bbg dengan kondisi saat ini secara keekonomian ga menarik," ujar Ryrien.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement