REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) bersama dengan badan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu United Nations - Economics and Social Commisions for Asia and the Pacific (UN-ESCAP) untuk merumuskan indeks angkutan perkotaan berkelanjutan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan indeks angkutan perkotaan berkelanjutan dinilai penting agar pemerintah memiliki standar terkait hal itu. "Kita harus tahu supaya kita punya batasan atau 'achievement' (capaian) yang harus kita lakukan," katanya dalam sambutannya di Jakarta, Kamis (2/3).
Dengan adanya 25 perwakilan negara di wilayah Asia Pasifik, Budi berharap bisa memberikan masukan-masukan serta terkait indikator-indikator yang akan dinilai dalam indeks angkutan perkotaan berkelanjutan tersebut.
"Saya pikir Jakarta dan beberapa kota sudah menginisiasi kegiatan tertentu, seperti dengan pembangunan LRT (light rail transit), MRT (mass rapid transit) dan BRT (bus rapid transit), saya pikir kita bisa mengikuti negara-negara lain yang lebih maju, seperti di Cina, Korea, Jepang dan Singapura," tuturnya.
Dengan demikian, menurut dia, Indonesia bukan hanya mengikuti negara-negara lain, tetapi juga memiliki inisiatif yang kuat untuk memberikan suatu pengembangan transportasi yang berkelanjutan. Budi menuturkan transportasi perkotaan yang berkelanjutan harus menerapkan model-model yang memberikan efisiensi yang tinggi dari segi biaya dan waktu serta ramah lingkungan.
Dalam kesempatan sama, Ketua Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Elly Adriani Sinaga mengatakan bersama dengan UN-ESCAP pihaknya akan menentukan indikator-indokator untuk pengukuran indeks tersebut.
"Sekarang kita mau menyepakati indikator apa untuk kota yang sustainable (berkelanjutan), berapa angkutan umum, berapa jumlah sepeda motor, kalau banyak kan nggak sustainable," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, Indonesia juga memiliki komitmen kepada dunia untuk mengurangi kadar karbondioksida (CO2) sebanyak 26 persen di 2020, ditambah 15 persen apabila ada bantuan dari pihak luar dan perkembangannya diukur setiap tahun.
Elly menjelaskan dengan adanya indeks tersebut bisa memberikan panduan kepada negara-negara terkait manajemen transportasi perkotaan yang benar. "Sehingga, kita nggak salah jalan, di sini kita lihat kebijakan dunia, kita sudah bangun macam-macam, kalau mengaturnya tidak benar ini tidak baik, seperti bagaiana menyatukan, mengintegrasikan angkutan umum, ini bukan suatu yang gampang," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, sejumlah proyek dipercepat, seperti pembangunan mass rapid transit (MRT) dan light rail transit (LRT) serta pengoperasian angkutan permukiman Jabodetabek JR Connexion untuk menciptakan angkutan perkotaan yang berkelanjutan.