REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penggunaan komponen lokal, dalam pembangunan mass rapid transit (MRT) Jakarta saat ini belum optimal. Karena, hingga saat ini pemerintah belum mengeluarkan aturan pasti terkait jumlah penggunaan unsur lokal ini.
Menurut Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Agung Wicaksono, pemerintah perlu menetapkan jumlah pasti komponen lokal yang akan digunakan dalam pembangunan yang dikerjasamakan dengan Jepang tersebut. Karena, dalam pembangunan fase pertama, meskipun unsur lokal telah digunakan tapi jumlahnya tidak sebelum ada aturan resmi dari pemerintah.
"Di konstruksi banyak komponen lokalnya. Tapi di persinyalan, sarana keretanya, belum. Banyak Jepangnya, Indonesia minim," ujar Agung usai penandatangan nota kesepahaman dengan PT LEN, di Kantor LEN Bandung, Rabu (1/2).
Agung mengatakan, penggunaan komponen lokal ini sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan diri Indonesia. Terutama, jika ingin menjadikan MRT sebagai program pembangunan strategis. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengarahkan penggunaan komponen lokal dengan menerbitkan aturan pastinya.
"Kalau (MRT) jadi agenda nasional, yang bangun dalam negeri, perlu banyak keterlibatan komponen lokal. Pemerintah bisa mengarahkan, misalnya prioritas komponen lokal berapa persen," katanya.
Saat ini, kata dia,, pemerintah memang telah mengeluarkan aturan terkait penggunaan komponen lokal. Tapi, tak diatur setiap paket. Ke depan perlu diatur setiap paket ada komponen nasionalnya. Keberpihakan ini penting, untuk lebih mengembangkan perusahaan lokal, seperti PT LEN. Untuk MRT Jakarta tahap I, dibangun sepanjang 16 Km, dengan nilai Rp 14 triliun. Sementara fase kedua, akan dibangun sepanjang 13 Km.
"Kerja sama kami dengan PT LEN diharapkan mampu mendorong keterlibatan komponen lokal dalam pengoperasian MRT Jakarta yang ditargetkan mulai beroperasi pada Maret 2019 ini," katanya.
Kerja sama pertama, kata dia, akan dimulai semester dua tahun ini. Kedua perusahaan menyepakati peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang akan mengoperasikan MRT. Komponen lokal, banyak digunakan untuk pembangunan fisik MRT seperti terowongan. Sejumlah perusahaan lokal pun terlibat dalam pengerjaannya seperti PT Wijaya Karya.
Namun, kata dia, untuk hal teknologi dan sarana MRT, keberadaan komponen lokal ini belum banyak digunakan. Sebagai BUMN yang berpengalaman membangun sistem persinyalan, PT LEN diyakini mampu melatih SDM PT MRT dalam mengoperasikan sistem yang akan digunakan MRT Jakarta fase pertama ini.
"Kerja sama pertama ini, kami belajar ilmu sinyal. LEN memang pelopor di bidangnya, jadi pelopor di nasional," katanya.
Menurut Agung, jumlah tenaga kerja yang akan mengoperasikan MRT tahap pertama berjumlah sekitar 400 orang. Namun, pihaknya hanya akan mengirimkan sekitar 30 orang saja untuk menjalani pelatihan di PT LEN. "Kami juga menjalin kerjasama dengan yang lain, seperti PT KAI yang berpengalaman mengelola stasiun," katanya.
Atas terjalinnya kerja sama dengan perusahaan lokal ini, Agung berharap pada pembangunan MRT Jakarta fase kedua akan lebih banyak menggunakan komponen lokal. Salah satunya, sistem persinyalan dari PT LEN. Pembangunan konstruksi fisik pada fase pertama ini, kata dia, sudah mencapai 67 persen. Sedangkan sistem persinyalan dan sarana perkeretaapiannya baru 27 persen. Meskipun, Ia optimistis target pengoperasian pada Maret 2019 bisa terkejar.
Menurut Direktur Utama PT LEN Zakky Gamal Yasin, pihaknya akan menransfer ilmu terkait persinyalan dan power kereta api. Nantinya, Ia berharap PT LEN bisa lebih banyak terlibat dalam peningkatan kompetensi ini. Melalui kerja sama ini, pihaknya akan mendapat ilmu baru terkait perkeretaapian.
"Dengan kerjasama ini, ada teknologi baru utk LEN pelajari. Bagi LEN, bisa terlibat sama-sama untuk teknologi ini, berharga sekali," katanya.
Setelah kerja sama ini, Zakky berharap, bisa meningkatkan kompetensi dan membangun urban transportasi yang terintegrasi. Kerja sama ini, ada teknologi baru untuk LEN pelajari.
"LEN, nanti bisa lengkap kompetensinya untuk urban transportasi," katanya.