Sabtu 25 Feb 2017 17:03 WIB

Pengamat UGM: Ini Momen Mengakhiri Freeport

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Teguh Firmansyah
Kota Tembagapura yang indah dan dingin tempat para pekerja tambang PT Freeport Indonesia tinggal. Segala fasilitas tersedia di kota kecil ini.
Foto: Maspril Aries/Republika
Kota Tembagapura yang indah dan dingin tempat para pekerja tambang PT Freeport Indonesia tinggal. Segala fasilitas tersedia di kota kecil ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada, Fahmy Radhi menuturkan polemik antara PT Freeport Indonesia dan Pemerintah Indonesia belakangan ini menjadi momen penting untuk mengakhiri perampokan legal Freeport terhadap sumber daya mineral di Timika, Papua.

"Itu adalah bentuk perampokan alam secara legal. Dan ini waktunya mengakhiri itu," tutur Fahmy yang juga sebagai peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (25/2).

Menurut Fahmy, Freeport akan berpikir ulang untuk mengajukan gugatan ke Arbitrase Internasional atas masalah yang dialaminya di Indonesia beberapa waktu terakhir. Jika Freeport bersikeras mengajukan gugatan tersebut, kegiatan ekspor perusahaan harus dihentikan.

Ketika berhenti, maka tidak ada produksi dan pendapatan. Akibatnya, harga saham turun. "Kalau dia (Freeport) nekat, maka ancaman bangkrut itu di depan mata," ungkap dia.

Karena itu, menurut Fahmy, pihak Freeport harus memilih, apakah tetap pada kontrak karya (KK) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Jika KK, maka berbagai aturan harus ditaati, termasuk pemurnian konsentrat mineral di dalam negeri. "Ini tidak semata bisnis atau hukum, tapi soal kedaulatan negara," ujar dia.

Lagi pula, ancaman Freeport terkait akan melayangkan gugatan ke Arbitrase itu cuma gertak sambal. Freeport sebelumnya juga pernah mengeluarkan gertakan itu kepada pemerintah era SBY, saat Jero Wacik memimpin Kementerian ESDM.

Alhasil, pemerintah dan Freeport membuat nota kesepahaman pada pertengahan 2014 yang intinya membolehkan Freeport melakukan kegiatan ekspor. Kemudian, saat Sudirman Said masih menjadi menteri ESDM pun, Freeport dibuatkan surat yang isinya seolah-olah ada jaminan dari pemerintah untuk kembali memperpanjang kontrak yang habis pada 2021 mendatang.

Baca juga, Anggota DPR Serukan Freeport Patuhi Amanat UU Minerba.

Surat tersebutlah yang kemudian membuat saham Freeport saat itu meningkat lantaran ada jaminan perpanjangan kontrak. Kemungkinan, surat itu juga yang bisa membuat posisi tawar pemerintah lemah di hadapan Freeport. "Surat yang sebagai jaminan perpanjangan itu punya pengaruh yang signifikan. Dan membuat Freeport ngotot," ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement