Rabu 22 Feb 2017 12:22 WIB

Ini Alasan Sri Mulyani Tetap Pegang Undang-Undang Hadapi Freeport

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Menteri Keuangan Sri Mulyani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meminta PT Freeport Indonesia (PTFI) tetap ikuti aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, langkah tersebut bukan berarti pemerintah ingin menghalangi atau menghambat investasi di dalam negeri, tetapi lebih kepada bentuk kepatuhan terhadap Undang-Undang yang ada.

Pada prinsipnya, Sri mengatakan, selain mengupayakan meningkatkan investasi di Indonesia, pemerintah juga memastikan bahwa seluruh investor yang masuk tetap mematuhi dan tunduk kepada aturan dan ketetapan pemerintah yang berlaku. Hal itu termasuk dari sisi penerimaan, ia menyebutkan bahwa UU Minerba mengamanatkan adanya perbaikan pemasukan yang diterima negara.

Menurut Sri, apapun bentuk atau status kontrak yang disepakati termasuk perubahan dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), harus tetap menjaga iklim investasi, kesempatan kerja, dorongan kepada ekpsor, industri hilir mineral, dan penerimaan negara yang terjamin. Ia merinci, bentuk penerimaan yang ia maksud adalah perpajakan yang harus ditanggung oleh Freeport seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), royalti atas aktivitas pertambangan, dan bea keluar ekspor.

"Kalau invest di Indonesia berarti harus mengikuti aturan perundang-undangan di Indonesia," ujar Sri di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (22/2).

Sri melihat, polemik yang terjadi antara PTFI dan pemerintah saat ini merupakan proses negosiasi transisi menuju pengelolaan pertambangan yang terbuka bagi masyarakat. Negosiasi di dalam juga termasuk membahas bagaimana kepastian investasi yang akan diberikan kepada Freeport. Sri menyebutkan, dengan begitu maka tak ada lagi proses negosiasi yang ditutupi pemerintah. Paling tidak, kata dia, masyarakat jadi tahu bahwa pemerintah tetap mengacu pada UU yang ada.

"Kami juga menjelaskan secara baik kepada seluruh investor agar tidak persepsikan bahwa pemerintah Indonesia mencoba melakukan halangan (untuk berinvestasi)," ujarnya.

Ia menambahkan, Kemenkeu dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang melakukan persipaan untuk meninjau lagi berbagai penerimaan yang diatur dalam KK sebelum perubahan status kontrak ini. Ia menegaskan, perubahan status KK menjadi IUPK yang diinginkan pemerintah merupakan upaya untuk menjaga penerimaan negara atau malah mengalami peningkatan dari sektor minerba.

Pemerintah dan PTFI belum bisa memecah kebuntuan terkait perubahan status kontrak. Padahal, tawaran untuk mengubah KK menjadi IUPK sejatinya merupakan kunci bagi PTFI untuk bisa melanjutkan lagi aktivitas ekspor konsentrat mereka. Namun pihak perusahaan masih bersukukuh agar isi dari IUPK tidak berbeda dengan KK, termasuk di dalamnya poin-poin soal perpajakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement