REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian mencatat baru 30 persen komponen yang digunakan oleh galangan kapal dipenuhi oleh industri pendukung dalam negeri. Sebanyak 70 persen komponen lainnya harus didatangkan dari luar negeri.
"Kita memang masih lemah di industri komponen," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian, Yan Sibarang Tandiele usai menghadiri Forum Bisnis Industri Perkapalan Nasional di kantor Kementerian Perindustrian, Kamis (16/2).
Menurutnya, hal utama yang membuat industri komponen kapal belum berkembang, yaitu karena peraturan yang memberatkan. Yan mencontohkan, bahan baku untuk membuat komponen kapal masih impor. Untuk mendatangkan bahan baku tersebut, pengusaha diharuskan membayar bea masuk sebesar 15 persen.
Yan menyebut, saat ini pihaknya bersama dengan Kementerian Keuangan tengah melakukan harmonisasi peraturan untuk memberikan insentif bagi pelaku industri komponen kapal dalam negeri. Pemerintah berencana memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk. Yan meyakini, pembebasan bea masuk akan membuat industri dalam negeri lebih kompetitif.
Lebih lanjut Yan mengatakan, untuk mendorong pengembangan industri komponen kapal, pemerintah akan memasukkan daftar komponen kapal yang sudah mampu diproduksi dalam negeri ke dalam maker list pengadaan kapal. Selain itu, proses desain kapal negara juga akan diarahkan agar dapat memaksimalkan penggunaan komponen lokal.
Melalui Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, pemerintah telah menetapkan industri alat transportasi, termasuk galangan kapal, sebagai industri prioritas nasional yang harus dikembangkan. Industri prioritas diharapkan dapat menjadi penggerak utama perekonomian di masa yang akan datang.