Selasa 14 Feb 2017 00:08 WIB

Menkeu Tegaskan Penerimaan Pajak dari Freeport Terjaga

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Sabtu (14/2).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Sabtu (14/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menegaskan tetap menjaga penerimaan negara meski PT Freeport Indonesia sudah mendapat Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Langkah pemerintah untuk memberi IUPK kepada Freeport membuat perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut kembali mendapat kesempatan untuk ekspor konsentrat mineral tambang, setelah sempat terhenti nyaris sebulan.

Apalagi, Freeport ingin agar aturan perpajakan yang mereka anut tetap mengacu pada Kontrak Karya (KK), meski secara hukum mereka merupakan pemegang IUPK. Artinya, Freeport ingin mendapat insentif pajak. Sebetulnya, IUPK sendiri memaksa Freeport tunduk pada Peraturan Pemerintah nomor 1 Tahun 2017 tentang Minerba.

Dalam beleid tersebut ditetapkan sistem pajak prevailing di mana Freeport harus ikut atauran yang berlaku. Sistem prevailing artinya, pajak dan royalti yang dibayar Freeport dapat dinamis sesuai aturan yang ada.

Sedangkan Freeport bersikukuh untuk memegang aturan perpajakan dalam KK, di mana sifatnya naildown. Sistem ini membuat Freeport harus membayar pajak dan royalti dengan ketentuan yang tetap, tanpa perubahan hingga kontrak usai.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, persoalan soal kesepakatan kontrak atau perizinan pertambangan dengan Freeport tidak sebatas soal pajak. Menurutnya, kontrak dengan Freeport sesungguhnya menyangkut banyak dimensi.

Menurutnya, di satu sisi pemerintah ingin memberikan kepastian usaha agar investasi tetap terjaga, namun di satu sisi pemerintah masih harus tunduk pada UU Minerba. Tak hanya itu, Sri juga menegaskan bahwa pemerintah ingin memastikan penerimaan negara tetap terjaga.

"Penerimaan pemerintah harus dijamin lebih baik. Di sisi penerimaan, dan penerimaan itu banyak sekali dimensinya, ada pajak, ada royalti, ada PBB, ada juga iuran yang lain, dan juga dari sisi kewajiban mereka melakukan divestasi serta dari kewajiban mereka membangun smelter," jelas Sri di Kementerian Keuangan, Senin (13/2).

Sri menyebutkan, pihaknya sudah mempertimbangkan besaran potensi penerimaan yang berasal dari Freeport, termasuk membandingkannya antara skema KK dan IUPK. Namun, lanjut Sri, selain pertimbangan soal kepastian usaha dan kepatuhan terhadap UU Minerba, ia mementingkan keterjagaan penerimaan negara.

Bahkan Sri mengatakan, penerimaan negara ditarget terus meningkat setiap tahunnya termasuk yang berasal dari sektor pertambangan. "Dan bagaimana agar penerimaan negara tetap lebih baik atau dalam hal ini dipastikan lebih besar, namun di sisi lain juga memberi kepastian bagi kita," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement