Kamis 09 Feb 2017 19:37 WIB

Produksi Freeport Terancam Merosot 40 Persen

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Teguh Firmansyah
PT Freeport
Foto: Musiron/Republika
PT Freeport

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kegiatan produksi konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia praktis terhambat setelah izin ekspor tak kunjung diberikan oleh pemerintah. Sejak berlakunya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 6 Tahun 2016 sebagai aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut terpaksa berpikir ulang untuk menjaga kapasitas produksinya.

VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama menjelaskan, kapasitas produksi perusahaan terpaksa disusutkan sebesar 40 persen lantaran ekspor belum berjalan. Apalagi, kapasitas gudang penyimpanan konsentrat sudah mendakti penuh.

Diprediksi, penurunan produksi ini akan mulai terjadi bulan ini. Meski begitu, Freeport memastikan belum ada rencana pemangkasan pegawai menyusul rencana penurunan kapasitas produksi ini.  "Ya kan tentunya nanti kalau kita tidak bisa ekspor kan tentu kita akan menurunkan produksi kita sampai 40 persen. Hanya 40 persen karena sesuai dengan smelter kita. Nantinya tentu ada beberapa cost yang dikurangi," ujar Riza di Kompleks Parlemen, Kamis (9/2).

Riza menjelaskan, secara prinsip pihaknya telah sepakat untuk mengubah status perusahaan dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Tunduknya Freeport untuk mengubah status perizinannya demi mendapat kelanjutan izin ekspor konsentrat tembaga. Hanya saja, Riza mengaku pihaknya mengajukan sejumlah syarat kepada pemerintah yang tak kunjung dipenuhi.

Baca juga, Pemerintah akan Revisi Aturan untuk Fasilitasi Smelter Freeport.

Seretnya pembahasan soal perubahan KK ke IUPK ini lah yang kemudian membuat izin ekspor konsentrat tak kunjung didapat hingga kini. Riza mengungkapkan, syarat yang diajukan perusahaan kepada pemerintah lebih bersifat permintaan jaminan investasi. Freeport memang sejak awal ingin memastikan sampai kapan izin tambang mereka bisa diberikan.

"Kita ingin kepastian dalam arti ada stabilitas kepastian investasi. Karena dalam IUPK dan KK ada perbedaan-perbedaan tertentu. Dan karena besarnya investasi yang akan kami masukkan sangat besar membuat investor belum nyaman," jelas Riza.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto menyebutkan, Freeport memang meminta kepastian izin pertambangan. Pada prinsipnya, lanjutnya, parlemen menampung masukan dari perusahaan karena menyangkut nilai investasi yang besar dan lapangan kerja yang luas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement