REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Penerbitan sukuk Pemerintah Dubai senilai 1 miliar dolar AS dengan jangka waktu 10 tahun, menunjukkan bahwa investor di negara tersebut didorong untuk berinvestasi dengan jangka waktu lebih lama.
Pada akhir Januari 2017, Investment Corp of Dubai (ICD) mengeluarkan sukuk dengan yield 5,056 persen dan jangka waktu 10 tahun. Hal ini termasuk langka, karena di negara-negara Teluk pada umumnya menerbitkan sukuk dengan jangka waktu jatuh tempo antara lima sampai tujuh tahun.
Pengetatan spread kredit di negara-negara Teluk disebabkan karena harga minyak yang lebih tinggi dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini mendorong para investor untuk mencari imbal hasil yang lebih tinggi juga, seperti yang ditawarkan oleh ICD.
"Seperti spread kreadit yang telah dikontrak, investor regional terpaksa memperpanjang durasi aset mereka lebih lama untuk menghasilkan pengembalian ekonomi dari investasi meraka," ujar Head of Fixed Income Funds and Portofolio Dubai Rasmala Investment Bank Doug Bitcon dilansir Zawya, Kamis (9/2).
Setelah berhasil melakukan penjualan debut obligasi konvensional sebesar 17,5 miliar dolar AS pada Oktober 2016 lalu, Doug mengatakan, Pemerintah Riyadh sedang mempersiapkan untuk penerbitan sukuk internasional pada akhir tahun ini. Kinerja ICD di pasar sekunder akan membantu Arab Saudi dengan pricing untuk penerbitan sukuk di masa mendatang.
Beberapa bankir percaya bahwa sukuk dolar AS di Saudi dapat ditawarkan dalam dua tahapan yakni lima dan 10 tahun. Pemerintah Qatar menyatakan bahwa pada tahun ini kemungkinan tidak akan menerbitkan obligasi internasional karena defisit fiskal mulai berkurang.
Sementara, Riyadh memproyeksikan defisit anggaran seesar 52,8 miliar dolar AS pada tahun ini sehingga pinjaman internasional akan tetap diperlukan. Penjualan sukuk akan menjadi pilihan untuk membuka ruang baru bagi investor syariah di Saudi.