Kamis 09 Feb 2017 02:38 WIB

Kurang Bahan Baku, PG Karangsuwung ‘Istirahat’ Dua Tahun

Rep: lilis handayani/ Red: Budi Raharjo
Kebun tebu
Foto: Syaiful Arif/Antara
Kebun tebu

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Kemarau basah yang terjadi sepanjang 2016 membuat sebagian areal perkebunan tebu rakyat di Kabupaten Cirebon mengalami gagal tebang. Kondisi itupun berakibat pada kurangnya bahan baku tebu yang akan digiling di pabrik gula.

 

Kondisi itu seperti yang terjadi di Pabrik Gula (PG) Karangsuwung, Kabupaten Cirebon. Semula, pabrik gula itu hanya akan berhenti menggiling pada musim tanam 2015. Namun kenyataannya, pada musim tanam 2016 lalu, pabrik gula tersebut tetap tidak beroperasi.

 

"Ya memang, pabrik gula Karangsuwung berhenti beroperasi selama dua tahun akibat kekurangan bahan baku," ujar Sekretaris Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar, Haris Sukmawan kepada Republika, Rabu (8/2).

 

Pria yang akrab disapa Wawan itu menjelaskan, curah hujan yang tinggi dan terjadi hampir setiap pekan pada 2016 lalu membuat proses penebangan tebu pada perkebunan tebu menjadi sulit dilakukan. Akibatnya, proses penebangan hanya dilakukan di lahan-lahan yang cukup dekat dengan jalan raya.

 

Selain itu, truk pengangkut tebu juga sulit menjangkau perkebunan tebu yang jalannya becek. Karenanya, pengangkutan tebu oleh truk yang biasanya bisa tiga rit per hari, hanya bisa satu sampai dua rit per hari.

"Tebangan tebu akhirnya berkurang dan banyak yang tidak terangkut. Dampaknya, produksi jadi menurun," tutur pria yang akrab disapa Wawan tersebut.

 

Wawan menyatakan, proses penggilingan tebu pada tahun lalu akhirnya difokuskan pada dua pabrik gula lainnya yang ada di Kabupaten Cirebon, yakni PG Tersana Baru dan PG Sindanglaut. Sedangkan untuk masa giling 2017, dia mengaku tidak mengetahui pabrik gula mana saja yang akan dioperasikan.

 

Sementara itu, meski tak menyebutkan angka pasti luasan areal yang gagal tebang, namun Wawan mengatakan, musim giling 2016 dirasakan petani tebu di Jabar kurang menggembirakan. Pasalnya, dari aspek rendemen dan produksi mengalami penurunan cukup drastis.

 

"Petani yang tebunya gagal tebang mengalami kerugian karena mereka harus lunasi pinjaman modal sementara hasil produksi tak ada," terang Wawan.

 

Wawan menambahkan, keterpurukan yang dialami para petani tebu sejak beberapa tahun terakhir akhirnya menurunkan minat mereka untuk menanam tebu. Akibatnya, lahan tebu rakyat di Jabar terus berkurang.

 

Wawan menyebutkan, pada rentang waktu dua sampai tiga tahun terakhir, luas lahan tebu di Jabar masih mencapai 8.000 – 9.000 hektare. Bahkan, pada 2006 - 2009 lalu, luas lahan tebu di Jabar mencapai sekitar 12 ribu hektare. "Tapi untuk musim tanam sekarang hanya tinggal 5.000 – 5.500-an hektare," kata Wawan.

 

Sementara itu, seorang petani tebu asal Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Abdullah, berharap agar pemerintah bisa berpihak pada nasib petani tebu rakyat.  "Tolonglah, pemerintah bisa merasakan kesulitan petani tebu," ujar Abdullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement