REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah belajar dari perlambatan laju pertumbuhan yang terjadi di tahun 2016 lalu. Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, pertumbuhan ekonomi tahun lalu sebesar 5,02 persen, atau di bawah asumsi yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 sebesar 5,2 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan, postur APBN 2017 dibentuk lebih realistis. Langkah ini sekaligus menekan risiko pemangkasan anggaran yang dilakukan tahun lalu yang berujung pada anjloknya pertumbuhan konsumsi pemerintah.
Sri menjelaskan, di dalam APBN 2017 dipatok besaran defisit anggaran di level 2,41 persen, tak jauh beda dengan realisasi defisit fiskal tahun lalu sebesar 2,46 persen. Menurutnya, penyusunan anggaran yang lebih kredibel di tahun 2017 ini, sekaligus pemasangan target penerimaan yang lebih realistis, bisa memberi daya dorong pertumbuhan ekonomi.
"Karena itu yang disebut kontraksi adalah membandingkannya dengan kaurtal sebelumnya maupun tahun lalu. Jadi secara keseluruhan, APBN di 2016 memberikan kontribusi. Defisitnya memberikan dorongan terhadap momentum pertumbuhan," ujar Sri di Kementerian Keuangan.
Apalagi, lanjut Sri, dengan target defisit dan postur anggaran yang sudah disusun untuk tahun ini dianggap mampu memberikan optimisme bahwa konsumsi pemerintah akan lebih baik. Ia juga menyinggung bahwa pamangkasan anggaran yang dilakukan tahun lalu bisa dijaga agar tidak menekan pertumbuhan terlalu dalam.
"Meski ada pemotongan, keseluruhan pertumbuhan ekonomi masih positif. Ini artinya pemerintah untuk melakukan pemotongan secara selektif. Kita harap momentum ini terus terjaga," jelas Sri.