REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fungsi Perum Bulog sebagai stabilisator harga komoditas pangan belum sepenuhnya efektif. Pasalnya, selama ini, masih terdapat indikasi penimbunan komoditas pangan sehingga memberikan dugaan adanya permainan harga di pasar.
"Harga yang tiba di pedagang dengan yang ditentukan berbeda, ini tanggung jawab Bulog. Dari sini bisa kita lihat ada permainan," kata Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, Senin (8/1).
Uchok mengatakan, situasi tersebut terjadi karena sisi distribusi Bulog belum berjalan secara optimal akibat pelaksanaan kinerja yang kurang transparan. Dengan kata lain, Bulog yang tak berfungsi dengan baik, justru kerap menghambat kebijakan. Seharusnya, kata dia, yang dilakukan Bulog itu adalah menjaga stok di pasar.
Menurut Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri, kelemahan Bulog sejauh ini adalah tidak memiliki kemampuan untuk mendistribusikan barang sampai ke pasar. Kata dia, selama ini, Bulog terkesan kurang mempunyai sistem distribusi yang efektif karena tidak langsung menyalurkan barang kepada masyarakat.
Abdullah menyarankan, agar Bulog langsung memotong rantai distribusi dengan tidak lagi melibatkan pengusaha, agar prosedur penyaluran komoditas menjadi lebih efektif.
Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Fadhil Hasan menambahkan, upaya lain juga bisa dilakukan untuk membantu Bulog, salah satunya dengan menerapkan harga eceran tertinggi untuk produk tertentu seperti gula. Menurut dia, penerapan harga eceran tertinggi untuk gula, bisa membantu Bulog dalam melakukan stabilisasi harga komoditas pangan .
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengatakan peran dan fungsi Bulog saat ini belum sepenuhnya jelas dan efektif untuk menjaga stabilitas harga komoditas. "Ini karena Bulog masih setengah-setengah, masih abu-abu. Satu pihak dituntut cari untung, di sisi lain diminta untuk menjalankan tugas negara untuk masyarakat," katanya.