Selasa 17 Jan 2017 13:02 WIB

Ketegasan Theresa May dan Kekhawatiran Industri Inggris

Pengemudi taksi mengibarkan bendera Inggris usai keluar keputusan jajak pendapat yang menyebut Inggris memilih keluar dari Uni Eropa.
Foto: Reuters
Pengemudi taksi mengibarkan bendera Inggris usai keluar keputusan jajak pendapat yang menyebut Inggris memilih keluar dari Uni Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, Para pelaku ekonomi di Inggris sedang dilanda kekhawatiran besar. Mereka sedang berharap-harap cemas menanti datangnya bulan Maret.

Sesuai rencana awal yang telah dirancang oleh Pemerintahan Perdana Menteri Theresa May, proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau lebih dikenal dengan istilah Brexit akan dimulai pada Maret 2017. Keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa tentunya akan mengubah semuanya, termasuk sektor perekonomian Inggris.

Magal Engineering termasuk salah satu perusahaan di Inggris yang saat ini dilanda kekhwatiran besar. Perusahaan ini memasok kebutuhan berbagai komponen industri mobil di Inggris.

Namun, dengan adanya keputusan Brexit ini, pihak perusahaan sepertinya akan memikirkan kembali rencana bisnis mereka di Inggris. Magal Engineering saat ini mengoperasikan pabrik-pabrik komponen di Perancis dan Jerman. Selama ini produk komponen mobil yang dihasilkan dari pabrik di Perancis dan Jerman tersebut dikirim ke pabrik mereka yang ada di Reading, Inggris.

 

"Kebijakan Brexit ini tentunya akan mengakhiri perdagangan bebas tarif yang selama ini dinikmati Magal," kata Chief Executive Magal Engineering, Gamil Magal, seperti dilansir surat kabar New York Times, Ahad (15/1). 

Diakui Gamil, Brexit merupakan kekhawatiran besar yang ia hadapi saat ini. Selain persoalan tarif perdagangan, menurutnya, Brexit juga berpotensi menyulitkan perusahaan untuk mendatangkan tenaga insinyur dari luar Inggris dan pihaknya harus merekrut karyawan baru. 

Tetapi sebagai seorang realis, Gamil sedang mempersiapkan diri untuk menghadapinya. "Itu berarti menangguhkan investasi di Inggris dan mempertimbangkan rencana pengurangan produksi di sini," ujarnya.

Meskipun ekonomi Inggris sejauh ini tidak mengalami guncangan seperti yang banyak diperkirakan sejak hasil referendum Brexit tahun lalu, namun perusahaan Inggris bergerak dalam ekspor impor barang dan jasa dilanda kecemasan terkait persoalan tarif perdagangan.

Persoalan yang kompleks ini terus berlanjut ditengah rencana pemerintah Inggris untuk melakukan negosiasi. Perdana Menteri Theresa May berencana untuk memulai pembicaraan resmi dengan Uni Eropa terkait pelaksanaan Brexit pada akhir Maret mendatang, dan pada hari ini, Selasa (17/1), ia diharapkan bisa memaparkan rencana detil mengenai proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa.

"Kami tidak tahu apa yang akan terjadi, pemerintah tidak tahu apa yang akan terjadi, dan saya tidak yakin bahwa pemerintah bahkan tahu apa yang mereka minta," kata David Bailey, Profesor bidang strategi industri di Universitas Aston.

(Baca juga: Kedekatan Trump dan Pengusaha Jelang Pelantikan)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement