Senin 16 Jan 2017 13:19 WIB

Barang Manufaktur Masih Mendominasi Ekspor Nonmigas Indonesia

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Kapal Kargo pengangkut kontainer komoditi ekspor (ilustrasi)
Foto: sustainabilityninja.com
Kapal Kargo pengangkut kontainer komoditi ekspor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor manufaktur masih mendominasi dari seluruh nilai ekspor Indonesia pada Desember 2016. Hal ini dinilai baik karena di berbagai negara lain industri manufaktur sedang lesu.

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan secara keseluruhan ekspor non migas nasional naik sebesar 1,13 persen dari 12,40 miliar dolar AS pada November 2016 menjadi 12,54 miliar dolar AS pada Desember 2016. Secara keseluruhan pada periode Januari-Desember 2016 ekspor non migas mencapai 131,35 miliar dolar AS atau naik 0,34 persen dibanding periode yang sama pada 2015.

"Ekspor manufaktur kita memang cukup baik dikala industri manufaktur dunia sedang lesu. Ini cukup mendongkrak ekspor nonmigas kita. Selain itu, ekspor non migas juga meningkat karena adanga kenaikan ekspor bahan bakar mineral sebanyak 9,06 persen," ujar Suhariyanto di Gedung BPS, Jakarta, Senin (17/1).

Ia menjelaskan sampai hari ini negara tujuan ekspor non migas Indonesia masih didominasi ke Cina sebesar 1,86 miliar dolar AS. Posisi kedua, Amerika Serikat sebesar 1,46 miliar dolar AS kemudian disusul Jepang sebesar 1,24 miliar dolar AS.

"Negara tujuannya masih sama ya, karena memang tiga negara itu yang banyak menyerap ekspor kita. Sedangkan Uni eropa sendiri menyerap 1,43 miliar dolar AS," ujar Suharyanto.

Surharyanto menjelaskan ada 10 jenis barang utama yang sampai saat ini memegang pengaruh penting dalam ekspor non migas Indonesia. Yakni, bahan bakar minyak, mesin dan peralatan listrik, perhiasaan, kendaraan, karet, mesin mekanik, pakaian jadi, abu logam, besi dan baja, serta benda olahan besi dan baja.

"Kontribusi 10 barang utama ini mencapai 43,53 persen terhadap total ekspor non migas. Namun memang dibandingkan periode yang sama pada 2015 turun sebesar 0,13 persen," kata Suharyanto menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement