Kamis 12 Jan 2017 13:57 WIB

Gubernur BI Puji Kinerja Perekonomian Jatim

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nidia Zuraya
Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengapresiasi kinerja perekonomian Provinsi Jawa Timur (Jatim) yang lebih unggul dibandingkan rata-rata nasional. Tolok ukurnya dilihat dari pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan tingkat inflasi rendah.

Agus menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Jatim sepanjang 2016 mencapai 5,6 persen lebih tinggi dari nasional yang sebesar 5 persen. Selain itu inflasi Jatim pada tahun 2016 hanya 2,74 persen lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional sebesar 3,02 persen. 

"Di Jatim harga-harga yang dikendalikan oleh pemerintah cukup minimum, meskipun tekanan inflasi pada kelompok volatile food meningkat. 

Namun Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Jatim bisa mengendalikan hal itu dengan baik," katanya seusai acara Serah Terima Jabatan (Sertijab) Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jatim di kantor BI Jatim, Jl Pahlawan No 105, Surabaya, Rabu (11/1).

Menurutnya, pemerintah Indonesia dalam upaya pengendalian inflasi selama dua tahun terakhir ini menunjukkan kondisi yang lebih baik. Sebab, inflasi nasional pada 2015 tercatat sebesar 3,35 persen, turun menjadi 3,02 persen pada 2016. Jika diperhatikan dari komponen inflasi tahun 2016, sumbangan komponen harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) cukup rendah. 

"Artinya tidak ada penyesuaian-penyesuaian harga yang dilakukan pemerintah. Bahkan Jatim itu deflasi untuk administered pricesnya," kata Agus menambahkan.

Di sisi lain, tantangan inflasi justru pada komponen harga pangan bergejolak (volatile food). Jatim dinilai dapat mengendalikan inflasi volatile food dengan baik sehingga inflasi secara tahunan lebih rendah dari rata-rata nasional.

Agus juga menekankan BI dan pemerintah akan terus menjaga tingkat inflasi. Inflasi nasional pada 2017 ditetapkan di kisaran 4 plus minus 1 persen. BI melihat sumber inflasi tahun ini pada komponen pencabutan subsidi listrik 900 VA sehingga menyebabkan kenaikan tarif listrik. Selain itu, akan ada pendistribusian tabung elpiji 3 kg dengan sistem tertutup.

"Ini akan bisa mendorong inflasi. Tapi kita kendalikan harga pangan strategisnya sehingga inflasinya baik. BI akan kerjasama dengan pemerintah provinsi untuk jaga itu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement