Rabu 11 Jan 2017 17:18 WIB

Pemerintah Gencarkan Verifikasi Data Wajib Pajak

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Petugas melayani wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty) di Kantor Pelayanan Pajak Tabah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (29/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas melayani wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty) di Kantor Pelayanan Pajak Tabah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (29/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan bahwa pemerintah akan gencar melakukan pengumpulan data wajib pajak, terkait keikutsertaan wajib pajak dalam program amnesti pajak. Hal ini menyusul belum penuhnya realisasi repatriasi harta dalam amnesti pajak sepanjang dua periode pertama, Juli hingga Desember 2016 lalu.

Pemerintah mencatat, masih ada sisa Rp 29 triliun dari komitmen repatriasi program amnesti pajak yang belum direalisasikan. Seperti diketahui, selama dua periode program pengampunan pajak dari Juli hingga Desember 2016 lalu, komitmen repatriasi harta yang berhasil tercatat sebanyak Rp 141 triliun.

Artinya sesuai dengan UU Pengampunan Pajak, maka wajib pajak yang telah melaporkan komitmennya untuk merepatriasi harta harus benar-benar membawa masuk hartanya ke Indonesia hingga akhir Desember 2016. Berdasarkan laporan realisasi repatriasi dari 21 bank gateway, hingga 31 Desember 2016 telah masuk dana repatriasi sebesar Rp 112,2 triliun.

"Pemerintah kan sudah sosialisasi. Jadi ya tergantung pengusahanya. Kalau mereka memang mau melaksanakan, kita cari jalannya. Kita akan mengaktifkan untuk membangun data base kita yang baik," ujar Darmin di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (11/1).

Ia menyebutkan bahwa koleksi data yang ada nantinyakan digunakan untuk menegakkan kepatuhan pajak dan berujung pada peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak. Data yang dihimpun, kata Darmin, juga tak hanya berasal dari Ditjen Pajak namun juga instansi lainnya yang memiliki data terkait wajib pajak.

"Kita sedang mengkordinasikan berbagai data yang ada di pemerintah. Bukannya yang ada di DJP. Karena sebenarnya mereka punya, UU mereka juga mengatakan mereka bisa juga meminta data," ujarnya.

Namun, Ditjen Pajak Kemenkeu memiliki sejumlah alasan kenapa repatriasi harta belum terealisasi seluruhnya saat ini. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menambahkan selisih ini bisa terjadi atas beberapa alasan. Pertama, perbedaan perlakuan atas dana yang masuk ke Indonesia antara tanggal 1 Januari 2016 hingga 30 Juni 2016, di mana pada periode pertama program amnesti pajak, dana tersebut dianggap sebagai repatriasi sesuai PMK 119/2016. Memasuki periode kedua, ujarnya, terjadi perubahan kebijakan melalui PMK 150/2016. "Sehingga dana yang masuk ke Indonesia dari 1 Januari 2016 sampai dengan 30 Juni 2016 dapat diperlakukan sebagai repatriasi atau deklarasi dalam negeri sesuai pilihan wajib pajak," katanya.

Yoga melanjutkan, konsekuensi dari PMK 150/2016 adalah bahwa dana yang masuk pada periode tersebut tidak wajib dimasukkan dalam rekening khusus pada bank gateway. Selain itu, wajib pajak juga dimungkinkan tidak merealisasikan komitmen repatriasi karena mengalami kesulitan dalam melakukan repatriasi.  "Selain laporan dari Bank gateway, DJP akan meneliti juga laporan realisasi repatriasi yang disampaikan WP ke KPP masing-masing sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor 28/2016. Laporan realisasi repatriasi untuk periode I dan II harus disampaikan paling lambat pada 31 Januari 2017," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement