Rabu 11 Jan 2017 01:56 WIB

PPN Hasil Tembakau Naik, Pengusaha Rokok Belum Berani Bicara Harga

Rep: christiyaningsih/ Red: Budi Raharjo
Buruh pelinting rokok di pabrik rokok Indonesia
Foto: FOREIGN POLICY
Buruh pelinting rokok di pabrik rokok Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hasil tembakau mulai 1 Januari 2017. Keputusan ini tertuang dalam PMK 207/PMK010/2016 yang menaikkan tarif PPN hasil tembakau dari 8,7 persen menjadi 9,1 persen.

Menyikapi hal ini pengusaha rokok di Malang Raya belum berani bicara soal kenaikan harga rokok. Kepala Seksi Bidang Cukai dan Perpajakan Gabungan Pengusaha Rokok Malang (Gaperoma), Haryanto, mengatakan pihaknya belum mempertimbangkan adanya kenaikan harga rokok.

"Kita baru tahu hari ini soal adanya kenaikan itu jadi belum bisa mengatakan harga rokok akan naik atau tidak," katanya saat ditemui Republika pada Selasa (10/1) di Malang.

Sementara itu pengusaha rokok Merapi Agung Lestari, Bambang Wahono, optimistis tidak ada pemangkasan karyawan meski pajak naik. "Saya yakin pemerintah sudah mempertimbangkan segala dampak dari kebijakan ini termasuk soal daya beli masyarakat, tenaga kerja, dan lain-lain," ungkapnya.

Ia berharap sosialisasi pemerintah kepada masyarakat mengenai rokok polos alias tanpa pita cukai resmi ditingkatkan. Langkah ini diyakini dapat menjadi salah satu penopang eksistensi perusahaan rokok berpita cukai resmi.

Menurut data Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Malang, saat ini di Malang Raya terdapat 100 pabrik dan tiga importir hasil tembakau. Sebanyak 85 persen di antaranya berada di Kabupaten Malang. Bupati Malang Rendra Kresna mengatakan pemkab menerima Rp 62 miliar dari bagi hasil cukai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement