REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Kenaikan harga cabai rupanya sangat mempengaruhi laba usaha di bidang kuliner, salah satunya katering. Bahkan karena harga komoditas utama tersebut terus meroket, keuntungan para pengusaha katering pun terus meturun.
“Harga cabai memang naik, tapi kita kan tidak bisa langsung menaikan harga produk kita” kata pemilik Mugen Katering, Suprihantoro pada Republika.co.id, Senin (9/1).
Saat ini dirinya dan para pengusaha katering lain harus bertahan dengan harga produk yang sama. Alhasil keuntungan yang diperoleh pun semakin menipis. Meski tidak menyebutkan berapa total laba yang berkurang, Suprihantoro menuturkan, kenaikan harga cabai cukup menyulitkan usahanya. Sebab selama ini, ia juga selalu membeli cabai dari pasar tradisional.
Menurutnya, keputusan mempertahankan harga adalah pilihan yang tepat. Sebab kenaikan harga cabai biasanya bersifat fluktuatif. Di mana ke depannya masih ada kemungkinan untuk turun kembali. Di sisi lain menaikan harga produk karena harga cabai yang mahal, terlalu beresiko. Sebab para pengusaha katering bisa kehilangan pelanggannya.
Namun demikian, hal tersebut tidak membuat Suprihantoro diam saja menghadapi situasi pasar yang sulit. “Antisipasinya kita arahkan pelanggan untuk membeli makanan-makanan yang pakai cabai sedikit,” ujarnya.
Meski semua item makanan di kateringnya menggunakan cabai, setidaknya dengan strategi tersebut pemakaian cabai tidak terlalu besar. Sehingga pengeluaran untuk kebutuhan produksi dapat ditekan.
Ia menilai, kenaikan harga cabai sebenarnya tidak memberikan dampak yang sangat signifikan, sebagaimana kenaikan harga daging. Sebab konsumsi daging jauh lebih banyak dari pada cabai. Di sisi lain pengelola Mugen Katering juga sudah terbiasa menghadapi fluktuasi kenaikan harga cabai.
Pekan lalu, nilai jual cabai di Sleman sudah mencapai Rp 100 ribu per Kg. Kenaikan harga tersebut terjadi hampir di seluruh pasar tradisional di kabupaten setempat.