Jumat 06 Jan 2017 12:29 WIB

Mendulang Rupiah dari Kopi Merapi

Rep: Rizma Riyandi / Red: Nidia Zuraya
Usaha pengolahan kopi tradisional dari lereng Gunung Merapi, Yogyakarta.
Foto: Rizma Riyandi/Republika
Usaha pengolahan kopi tradisional dari lereng Gunung Merapi, Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Bermula dari kepeduliannya terhadap nasib para petani, kini Sumijo (40) berhasil mengembangkan racikan murni produk Kopi Merapi. Awalnya, pria asli Sleman itu hanya mengikuti aktivitas turun temurun dari kakek, nenek, hingga orang tuanya yang berprofesi sebagai petani kopi di kawasan lereng Gunung Merapi, Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY.

Tetapi lambat laun, Sumijo merasa ada yang tidak adil dalam transaksi penjualan biji kopi. "Petani memanen kopi butuh waktu bertahun-tahun. Tapi ketika dijual harganya hanya Rp 1.000 per kilogram (kg). Itu kan tidak adil," ujarnya, pada Republika saat ditemui di lokasi pengolahan biji Kopi Merapi, Kantor Kebun Dinas, Jalan Kaliurang Km 20, Pakem, Sleman, belum lama ini.

Menyadari kondisi tersebut, pada 2004, Sumijo pun menginisiasi pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUB) petani kopi yang berasal dari tiga kecamatan di kawasang lereng Merapi. Antara lain Pakem, Cangkringan, dan Turi. Seluruhnya terdiri dari 18 kelompok.  

Tiap kelompok beranggotakan 30 sampai 60 orang petani kopi. Menurutnya hal tersebut sengaja dilakukan agar hasil panen kopi tidak disalurkan terlebih dulu ke tengkulak. Selain itu, melalui KUB, para petani bisa memiliki daya tawar harga yang lebih kuat. Karena satuan harga biji kopi yang dijual disamakan. 

Berkat siasat dagang tersebut, harga biji kopi Merapi sekarang mulai stabil menjadi Rp 5.000 hingga Rp 6.000 per kg. Tak hanya sampai di situ, guna meningkatkan nilai ekonomis, Sumijo lalu berinisiatif membuat racikan murni Kopi Merapi. Mulanya berbagai resep kopi ia coba. Setelah berbulan-bulan, barulah ia memutuskan membuat racikan Kopi Merapi murni tanpa campuran apapun. "Akhirnya pilih yang murni saja. Karena saya tidak mau ada pengawet dan tambahan bahan lain pada kopi," katanya.

Dari usahanya itu, terciptalah kopi serbuk dengan karakter yang khas, lembut, dan tidak menyisakan banyak ampas. Selain menjual biji kopi, melalui KUB-nya, Sumijo pun menjual kopi serbuk dalam satuan kilo maupun sachet. Baik untuk diminum maupun kebutuhan kecantikan. Didukung oleh pendampingan dan bantuan fasilitas dari Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan (DPPK) Sleman, pada 2006 akhirnya produk Kopi Merapi memperoleh sertifikat standar nasional indonesia (SNI).

Bahkan secara berturut-turut produk para petani ini mampu menyabet SNI Award dari Presiden pada 2007 dan 2008. Saat ini, Kopi Merapi sudah didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia. Seperti Jakarta , Semarang, Denpasar, dan sebagainya. Kebanyakan pelanggan kopi dalam partai besar berupa kedai, restoran, dan hotel. 

Sementara bagi penggemar kopi yang ingin menikmati sensasi luar biasa, dapat langsung berkunjung ke warung kopi milik Sumijo yang berada di Desa Petung, Kecamatan Cangkringan. Di sana para pengunjung warung bisa meminum kopi sambil memandangi panorama Gunung Merapi yang dapat terlihat jelas, terutama di pagi dan sore hari. Harga secangkir kopi arabika di warung milik Sumijo dipatok Rp 7.000. 

Adapun robusta dijual Rp 5.000. Sementara untuk kopi serbuk arabika dijual dengan harga Rp 50 ribu per sachet berisi 250 gram, dan Rp 200 ribu per kg. Sedangkan robusta hanya Rp 25 ribu per sachet berisi 250 gram, dan dijual perkilo antara Rp 60 ribu sampai Rp 160 ribu, tergantung kelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement