REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai pemerintah harus membenahi sektor pertanian untuk memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi domestik.
"Apabila sektor pertanian beres, maka setengah persoalan ekonomi Indonesia beres," ujar Eko di Jakarta, Kamis (29/12).
Saat ini, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 15 persen dengan serapan tenaga kerja 35 persen dari total tenaga kerja. Pemerintah diharapkan dapat membereskan sektor pertanian, terutama holtikultura. Holtikultura dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk petani.
Selain padi, jagung, ubi, dan kedelai, komoditas lain perlu digarap dengan cara klasterisasi antara mana komoditas pertanian untuk ekspor, komoditas dengan keterkaitan tinggi dengan inflasi, dan komoditas yang memberikan dampak besar kepada pendapatan petani.
Eko menuturkan, klasterisasi tersebut akan memberikan gambaran penanganan berbeda dari masing-masing tipe komoditas. Contoh saat ini yang bisa memberikan pemasukan tinggi bagi petani adalah penyediaan benih tanaman holtikultura.
Menurut Eko, meningkatkan investasi di bidang pertanian sebagai cara yang paling efektif dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. "Mengingat lahan petani yang sempit, maka perlu intensifikasi. Tantangannya, intensifikasi harus didukung riset dan pengembangan (research and development/R&D). Dukungan riset dan pengembangan bagi pertanian menjadi sangat penting," ujar Eko.
Dibandingkan negara lain, alokasi riset dan pengembangan Indonesia masih sangat kecil. Belanja untuk riset dan pengembangan di Indonesia baru 0,27 persen dari PDB pertanian, sedangkan Malaysia 1,92 persen.
Karena belanja riset dan pengembangan rendah, penemuan benih unggul yang dihasilkan tak seperti diharapkan. Padahal berdasarkan data McKinsey Global Institute, imbas hasil dari riset dan pengembangan tinggi sekali, antara 43-151 persen.