Rabu 28 Dec 2016 15:26 WIB

Daya Saing Industri Halal Indonesia Masih Rendah

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta, Selasa (23/9). (Republika/Prayogi).
Foto: Republika/Prayogi
Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta, Selasa (23/9). (Republika/Prayogi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Indonesia  Niken Iwani Surya Putri mengatakan bahwa daya saing industri halal di Indonesia masih rendah. Sebab, pelaku usaha masih belum peduli dengan sertifikasi halal dan masih menganggap bahwa hal tersebut dapat menjadi beban.

"Stakeholder industri halal paling pertama adalah pengusaha, namun masalahnya pengusaha masih berpikiran negatif terhadap sertifikasi halal ini," ujar Niken di Jakarta, Rabu (28/12).

Niken menambahkan, saat ini sertifikasi halal hanya dipandang sebagai perlindungan konsumen saja. Padahal semestinya, sertifikasi halal posisinya harus sebagai jaminan mutu dan bisa disetarakan dengan ISO. Dengan demikian, kampanye halal bisa menjadi produk jualan Indonesia untuk konsumen di luar negeri maupun domestik.

Di kawasan ASEAN, Indonesia menduduki peringkat ke-4 untuk industri halal. Tiga besar negara di ASEAN yang mulai fokus dengan produk halal adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Niken menambahkan, Singapura memiliki produk halal jualan di bidang perbankan dan pariwisata halal. Sementara, Malaysia juga sudah lama menempatkan pariwisata halal sebagai produk jualan nomor satu dan Thailand mulai bergerak dengan produk makanan olahan halal. 

Sedangkan, Indonesia belum lama ini baru mengkampanyekan pariwisata halal setelah mendapatkan penghargaan di World Halal Tourism Awards. Menurut Niken, dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sebetulnya posisi Indonesia adalah menjadi santapan karena jumlah penduduknya yang besar. 

Dengan jumlah penduduk muslim yang besar, semestinya Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan industri halal namun kesadaran masyarakat dan pelaku industri terhadap produk-produk halal masih rendah. "Ketika berada di luar negeri, masyarakat Indonesia sibuk mencari makanan halal namun di dalam negeri sendiri tidak sadar terhadap produk halal karena menganggap pasti sudah halal," kata Niken.

Untuk meningkatkan daya saing melalui industri halal, maka harus dilakukan sosialisasi agar menimbulkan kesadaran mengenai produk halal kepada pelaku usaha maupun masyarakat. Area yang bisa disasar yakni agro industri, industri tekstil dan alas kaki, serta industri kreatif. 

Niken mengatakan, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk membangkan industri halal yaitu memperbanyak laboratorium halal, pendirian lembaga produk halal, pemisahan logistik dan pelabuhan halal, serta pemberian insentif kepada pelaku usaha yang telah menerapkan sertifikasi halal dengan keringanan pajak.

Niken mengatakan, peluang produk halal sangat tinggi di Indonesia namun masyarakatnya masih banyak yang belum sadar. Oleh karena itu, pemerintah dan stakeholder terkait dapat fokus untuk memperkuat produk halal di dalam negeri terlebih dahulu karena pangsa pasarnya besar. 

"Industri khusus yang harus mendapatkan perhatian salah satunya adalah makanan dan pariwisata, misalnya saja memperbanyaak sertifikasi halal untuk restoran," ujar Niken.

Peran pemerintah untuk mendukung pertumbuhan industri halal ini yakni dengan memberikan blueprint yang jelas, misalnya saja harus ada pemisahan antara logistik halal dengan non halal. Karena salah satu syarat untuk menjaga kehalalan adalah tidak terkontaminasi dengan produk lain yang non halal. Selain itu, harus ada sosialisasi kepada pelaku usaha bahwa sertifikasi halal tidak hanya dipandang dari sisi agama saja namun juga menjadi jaminan kualitas produk. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement