Senin 12 Dec 2016 10:34 WIB

Kesepakatan OPEC dan Non-OPEC Picu Harga Minyak Melonjak

Ilustrasi harga minyak mentah dunia.
Foto: EPA/Mark
Ilustrasi harga minyak mentah dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Harga minyak melonjak lebih dari lima persen pada Senin (12/12), setelah produsen OPEC dan non-OPEC sepakat untuk mengekang produksi minyak dan mengurangi kelebihan pasokan global. Sementara itu, kurs dolar AS memperpanjang kenaikannya menjelang kenaikan suku bunga The Fed yang diperkirakan pekan ini.

Perjanjian antara OPEC dan sejumlah negara penghasil minyak lainnya adalah aksi bersama pertama sejak 2001, setelah lebih dari dua tahun harga rendah menekan anggaran banyak pemerintah dan memicu kerusuhan di negara-negara Timur Tengah hingga Amerika Latin. Patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Februari, naik 5,0 persen menjadi 56,94 dolar AS per barel, dan patokan AS minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik dalam jumlah yang sama menjadi 54,07 dolar AS per barel.

Mata uang komoditas dan saham-saham energi juga ditarik lebih tinggi, menambah sentimen 'bullish' setelah kenaikan kuat hari lain di Wall Street pada Jumat (9/12). Saham-saham energi dan sumber daya membantu menarik indeks saham Australia naik 0,3 persen, namun indeks MSCI saham Asia Pasifik di luar Jepang datar setelah membukukan kenaikan mingguan terbesar dalam hampir tiga bulan pada pekan lalu.

Saudi Capai Rekor Baru Produksi Minyak pada November

"Investor yang telah 'overweight cash' dan suku bunga tetap terus mendorong saham-saham lebih tinggi karena kepercayaan meningkat," kata Ric Spooner, kepala analis pasar di CMC Markets di Sydney, dalam sebuah catatan.

Pada Jumat (9/12), survei awal dari University of Michigan menunjukkan indeks sentimen konsumen AS berada di tertinggi sejak Januari 2015, yang mungkin memacu bank sentral Amerika Serikat, The Fed, untuk lebih yakin pada prospek perekonomiannya ketika memulai pertemuan dua hari pada Selasa (13/12) untuk pertemuan kebijakan terakhir 2016.

Pasar berjangka telah menghargakan kenaikan suku bunga pekan ini sementara greenback memperoleh pijakan baru dari data, membukukan posisi tertinggi 10-bulan terhadap yen Jepang dan berdiri tegak terhadap sekeranjang mata uang mitranya yang diperdagangkan.

Sejumlah data ekonomi kuat baru-baru ini telah mendorong imbal hasil (yields) surat utang jangka panjang AS lebih tinggi dan mendorong beberapa ekonom untuk memperkirakan lebih banyak kenaikan suku bunga AS dalam beberapa bulan mendatang.

Ekonom Morgan Stanley memperkirakan enam kenaikan suku bunga antara sekarang hingga akhir-2018 dan mengatakan bahwa setiap jeda dolar adalah kesempatan untuk menambah posisi jangka panjang. Di pasar obligasi, kurva imbal hasil surat utang AS terus mendalam dengan selisih antara imbal hasil obligasi 10-tahun dan dua tahun mencapai tertinggi satu tahum 135 basis poin. Imbal hasil telah meningkat 35 basis poin selama satu bulan terakhir.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement