Rabu 30 Nov 2016 05:02 WIB

Sri Mulyani Minta Pegawai Pajak Buktikan Bisa Dipercaya

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah), bersama Ketua KPK Agus Rahardjo (kanan),dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kiri)saat memberikan keterangan pers terkait hasil OTT tersangka kasus dugaan suap di jajaran Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak di K
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah), bersama Ketua KPK Agus Rahardjo (kanan),dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kiri)saat memberikan keterangan pers terkait hasil OTT tersangka kasus dugaan suap di jajaran Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak di K

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta seluruh petugas pajak di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan bekerja lebih keras lagi dalam menggenjot penerimaan pajak. Cara ini, menurutnya, adalah jalan terbaik untuk menebus kekecewaan atas kejadian operasi tangkap tangan (OTT) terhadap salah satu pejabat di Ditjen Pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan lalu. Pernyataan Sri ini ia sampaikan saat melantik dua pejabat eselon II baru, Selasa (29/11).

Sri melantik Peni Hirjanto sebagai Direktur Intelijen Perpajakan, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Keberatan dan Banding dan Harry Gumelar sebagai Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Teknologi Informasi Perpajakan. Ia percaya di dalam Ditjen Pajak masih banyak pegawai yang memiliki dedikasi tinggi dalam bekerja dan mengedepankan integritas. Ia tak ingin, satu peristiwa OTT oleh KPK pekan lalu lantas membuat kepercayaan masyarakat kepada Ditjen Pajak luntur.

"Buktikan pada saya, dan kepada seluruh Ditjen Pajak yang ingin membuktikan kepada Menteri Keuangan karena mereka tau saya kecewa. Mereka ingin dipercaya, dan saya masih percaya, tapi buktikan kepada saya dan masyarakat," ujar Sri.

Sri juga menegaskan bahwa sumpah jabatan yang diucapkan ketika dilantik menggambarkan keseluruhan janji yang harus dijalankan selama menjabat. Ia juga mengingatkan kepada dua pejabat baru bahwa petugas pajak dilarang memberi dan menerima barang bentuk apapun dari wajib pajak yang diperkirakan ada hubungannya dengan pekerjaan sebagai petugas pajak.

Sri memberi penekanan bahwa data intelijen dan penyidikan bukan beperan sebagai sarana untuk memeras wajib pajak, melainkan sebagai kebutuhan organisasi untuk memahami berapa basis pajak, dan apakah wajib pajak memenuhi kepatuhannya. Ia menilai, kemampuan mengumpulkan data intelijen untuk memaksimalkan potensi pajak menjadi luar biasa penting, untuk megumpulkan informasi yang relevan dan menggunakannya secara benar.

“Tegakkan nilai-nilai kewibawaan Direktorat Jenderal Pajak. Bangun suatu sistem intelijen yang memiliki kredibilitas dan kehormatan yang diakui tidak hanya oleh internal kita sendiri tapi juga oleh wajib pajak," ujar dia.

Anggota Komisi XI Eva Kusumandari menilai, adanya celah bagi petugas pajak untuk bernegosiasi dengan wajib pajak menjadi sinyal bahwa ada titik lemah di dalam segi kepatuhan internal. Terlebih, posisi Direktur Kepatuhan Internal memang sempat kosong sebelumnya. Ia menilai, harus ada investigator independen bila diperlukan.

Sementara Anggota Komisi XI lainnya, Andreas Susetyo, tindakan satu oknum yang menerima suap di Ditjen Pajak dengan sangat mudah bisa merusak kepercayaan wajib pajak kepada pemerintah. Padahal, saat ini pemerintah sedang gencar melakukan sosialisasi amnesti pajak. Berdasarkan kondisi ini, ia meminta adanya audit kinerja terhadap DJP untuk meningkatkan kepercayaan WP.

"Pada saat persetujuan APBNP 2015 lalu, disetujui pajak sebagai andalan utama penerimaan. Terkait ini ada tiga hal yang kami tekankan, reformasi struktur organisasi, dan SDM DJP, pembenahan database, dan sistem TI serta penyempurnaan ketentuan hukum (revisi UU KUP)," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement