Jumat 25 Nov 2016 02:06 WIB

Lisensi Uni Eropa Tingkatkan Daya Saing Kayu Indonesia

Rep: melisa riska putri/ Red: Budi Raharjo
 Buruh mengecek tumpukan bahan pengolahan kayu di Jakarta.
Foto: dok. Republika
Buruh mengecek tumpukan bahan pengolahan kayu di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia resmi menjadi negara pertama di dunia yang meraih hak untuk menerbitkan Lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT). Lisensi itu akan memerangi pembalakan liar dan membantu sektor perkayuan Indonesia bersaing di pasar internasional.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, dengan adanya Lisensi FLEGT kayu Indonesia akan mudah diterima 24 negara Uni Eropa. Selain itu, Lisensi Flegt menjadi sebuah tanda produk yang sustainable dan mampu mengatasi kenaikan suhu dua derajat.

"Indonesia membuktikan komitmen pada pasar Uni Eropa dan pasar global lain untuk menerapkan skema perdagangan kayu berkelanjutan yang sekaligus menjami kelestarian hutan kita," katanya di Gedung Manggala Wanabakti, Kamis (24/11).

Ia mengatakan, penerbitan Lisensi FLEGT ini tidaklah mudah, butuh waktu lama untuk bernegosiasi dengan Uni Eropa menyusul ditandatanganinya Perjanjian Sukarela Kemitraan FLEGT pada 2013 dan ratifikasi pada 2014. Indoneisa terus menekan sektor perkayuan Indonesia melalui skema Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang mulai diberlakukan pada 2009.

Kini, kata dia, semua kayu yang keluar dari Indonesia telah memenuhi SVLK dan mendapat Lisensi FLEGT untuk diterima di pasar global.  "Kalau ada kayu keluar dari Indonesia tanpa SVLK berarti itu adalah orang lain, kita tau lah negara yang mana," ujar dia.

Ia menambahkan, selain mudah menembus pasar global, meningkatkan produk lingkungan yang berkelanjutan, dengan adanya Lisensi FLEGT ini juga secara tidak langsung merubah stigma negatif yang kerap menyebut Indonesia identik dengan illegal logging. Melihat baiknya dampak tersebut, Siti berharap lisensi serupa dapat diterapkan di sektor perkebunan atau kehutanan lain. "Kita sedang memikirkan apabila sistem legalitas kayu bisa dilakukan untuk sawit," ujarnya.

Berdasarkan data dari Sistem Legalitas Kayu yang dikelola KLHK menunjukkan, nilai ekspor produk kayu Indonesia terus meningkat sejak diberlakukannya SVLK pada 2013. Yakni meningkat dari 10,4 miliar dolar AS menjadi 10,6 dolar AS pada 2015.

Sementara itu Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Ida Bagus Putera mengatakan ratusan lisensi telah terbit dari 100 perusahaan yang menerapkan SVLK. "Per hari ini sejak tanggal 15 November, telah terbit 845 Lisensi FLEGT," tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut ia mengatakan, sektor perkayuan pernah menjadi yang utama dalam kontribusi terhadap perekonomian negara sementara UE merupakan pasar besar bagi produk kayu Indonesia.

Berdasarkan data yang dimiliki KLHK, nilai ekspor berdasarkan produk dari 15 November hingga 23 November pukul 10 pagi mencapai 24.961.503,17 dolar AS. Panel menjadi produk mayoritas dengan angka ekspor sebesar 11.923.104,61 dolar AS disusul Furniture 7.250.380,63 dolar AS, Kertas (3.024.388,48 dolar AS), woodworking (2.378.335,50 dolar AS), kerajinan (373.468,69 dolar AS), perkakas (11.815,27 dolar AS) dan chip sebanyak 10 dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement