Rabu 23 Nov 2016 03:10 WIB

Reformasi BUMN Harus Dilakukan Mesti Tanpa TPP

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Budi Raharjo
Peti Kemas
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Peti Kemas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, memberikan sinyal kuat untuk menarik diri dari Pakta Perdagangan Trans Pasifik (TPP). Bahkan Trump menjanjikan negaranya bakal mundur dari kerja sama ini pada hari pertama dilantik.

Meski demikian, Pemerintah Indonesia tetap harus mempersiapkan diri untuk memperbaiki semua lini industri terutama bagi perusahaan‎ yang berada di bawah Kementerian BUMN. Sebab, kampanye Trump yang akan menutup kerja sama perdagangan bebas diprediksi tidak bertahan lama. Proteksi ini bakal merugikan Amerika jika menutup akses perdagangan dengan negara lain.

"‎Mungkin dalam jangka pendek satu tahun ke depan TPP akan dibekukan. Tapi dalam jangka panjang AS tetap akan buka perekonomian," ujar ‎Senior Adviser in Economic and Public Policy AIPEG Achmad Shauki dalam diskusi di Kementerian Perdagangan, Selasa (22/11).

Achmad menjelaskan, ‎meski tidak adanya TPP, Indonesia masih melakukan pembahasan dengan sejumlah negara seperti Australia atau Uni Eropa untuk menjalin perdagangan bebas. Perundingan ini bisa saja mirip dengan TPP yang mengharuskan adanya keterbukaan pengadaan barang dan jasa yang biasa dilakukan oleh perusahaan BUMN.

‎Artinya reformasi BUMN tetap harus dilakukan saat ini agar ke depan ketika Indonesia menjalankan perdagangan‎ bebas, perusahaan BUMN memiliki kekuatan untuk bersaing. Jika tidak, maka perusahaan BUMN tetap akan sulit berkompetitif dengan serangan dari perusahaan asing.

Menurut Achmad, saat ini sulitnya reformasi untuk memperbaiki daya saing bukan hanya diinginkan oleh Pemerintah dan masyarakat. Pihak BUMN pun sudah pasti berharap ada perbaikan di tubuh mereka. ‎ Tapi, yang menjadi pertanyaan banyak pihak apakah perusahaan BUMN mampu melakukan perubahan tanpa ada tekanan dari pihak luar seperti TPP, karena perdagangan bebas sudah pasti bisa membuat perusahaan dalam negeri 'dipaksa' untuk lebih berkompetitif.

Achmad mengingatkan agar perusahaan industri penyedia barang dan jasa dalam negeri tetap harus meningkatkan iklim kompetisi, karena Indonesia akan banyak melakukan perdagangan bebas di tengah perdagangan dunia yang semakin terbuka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement