Selasa 22 Nov 2016 09:12 WIB

Impor Tembakau Masih Dibutuhkan, APTI: Itu Menyakiti Petani Tembakau

Rep: Lintar Satria/ Red: Andi Nur Aminah
Petani memanen daun tembakau di persawahan desa Mandisari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (24/8).
Foto: Antara/Anis Efizudin
Petani memanen daun tembakau di persawahan desa Mandisari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (24/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian Agus Wahyudi menyatakan pasokan tembakau untuk kebutuhan di dalam negeri sebagian masih dipasok oleh impor. Pasalnya, ada beberapa jenis tembakau yang tidak bisa didapatkan dari pasokan dalam negeri.

Agus mengatakan bahwa impor tembakau dinilai masih relevan dengan kondisi saat ini. Volume produksi tembakau lokal sekitar 200 ribu ton per tahun. Sedangkan kebutuhan industri mencapai 400 ribu ton per tahun.

Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Nurtantio Wisnubrata menyayangkan pernyataan tersebut. “Pernyataan Pak Agus Wahyudi menyakitkan petani tembakau Indonesia dan tidak ada rasa empatinya,” kata Wisnu dalam siaran pers, Selasa (22/11).

Menurut Wisnu, seharusnya pemerintah mampu memahami kondisi petani tembakau saat ini. Dimana pada 2016, Wisnu mengatakan, tanaman tembakau tidak banyak terserap oleh pabrikan rokok dikarenakan anomali cuaca. Akibat anomali cuaca, gagal panen sekitar 50 hingga 60 persen, masih tersisa 40 persen yang tidak terserap industri hasil tembakau (IHT).

Fakta tersebut menurut Wisnu yang tidak dipahami secara utuh oleh Kementan. Dia mengatakan pihak Kemetan jarang bahkan tidak pernah hadir di tengah-tengah petani tembakau. Hanya menerima laporan dari kepentingan-kepentingan perusahaan multi national corporate (MNC) yang memiliki keuntungan besar dalam masuknya impor tembakau.

“Dalam konteks itu, Kementan tidak hadir melalui proteksi petani tembakau. Berarti ini gagal paham mengenai visi Nawacita Presiden Jokowi ,” ujarnya.

Mengenai dalih Kementan yang menyatakan bahwa tembakau impor tidak bisa ditanam di Indonesia, mengingat tembakau impor yang selalu dibutuhkan IHT, bagi Wisnu, itu adalah alasan klasik. Sejatinya, Wisnu mengatakan, itu adalah kartel impor oleh MNC IHT agar mendapatkan keuntungan besar. “Kartel impor tembakau merupakan bentuk pendzaliman mereka terhadap penderitaan petani tembakau,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement