Kamis 17 Nov 2016 16:43 WIB

Terobosan Lombok Timur Tingkatkan Produktivitas Bawang Merah

Bawang merah (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Bawang merah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK TIMUR -- Pemerintah Kabupaten Lombok Timur (Lotim) bertekad mendukung program swasembada bawang merah nasional. Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Lombok Timur Zaini mengatakan, Lotim memiliki potensi untuk penanaman hampir 1.400 hingga 1.500 hektare per tahun.

Produktivitas bawang merah di Lotim menunjukkan angka yang cukup luar biasa yakni mencapai 13 ton bawang merah per hektare. Ia juga memaparkan sejumlah kendala, antara lain, fluktuasi harga yang terkadang sangat tajam, dan serangan hama penyakit yang masih tinggi.

"Namun, produktivitas kita juga masih terbilang rendah kalau untuk penggunaan teknologi. Petani kita masih belum seperti apa yang kita harapkan," ujarnya dalam Festival Bawang Merah 2016 di Desa Tirtanadi, Kecamatan Labuan Haji, Lotim, Kamis (17/11).

Pemkab Lotim mencoba menggandeng produsen benih sayuran hibrida tropis ‘Cap Panah Merah’ PT East West Seed Indonesia (Ewindo) untuk menyelesaikan sejumlah persoalan tersebut. Direktur Ewindo Afrizal Gindow mengatakan, pihaknya memberikan terobosan baru dengan mengenalkan benih bawang merah varietas sanren F1.

Ia menjelaskan, bawang merah varietas baru ini merupakan hasil penemuan dari peneliti Ewindo di Indonesia. "Bawang merah sanren F1 memiliki keunggulan mampu berproduksi dengan baik ketika ditanam pada musim kering maupun hujan," kata Afrizal.

Ia menegaskan, penemuan varietas ini merupakan solusi terhadap persoalan yang dihadapi petani bawang merah di Indonesia. Menurutnya, bibit bawang merah yang ada selama ini sulit untuk dibudidayakan pada musim hujan dengan curah hujan tinggi. Umumnya pada musim tersebut tanaman bawang akan mudah busuk dan rusak akibat serangan penyakit.

Salah satu penyakit yang seringkali menyerang tanaman bawang merah pada musim penghujan adalah busuk daun. Serangan penyakit ini dapat menyebar dengan cepat dan menyebabkan kerusakan 50 persen tenaman dan bahkan dapat mencapai seratus persen. Potensi gagal panen dan kerugian yang dihadapi petani pun menjadi sangat tinggi.

Selain tahan terhadap penyakit, ia katakan, bawang merah sanren F1 juga memiliki bentuk, warna dan aroma yang sesuai dengan selera pasar dan konsumen.

Selain itu untuk area tanam seluas satu hektare, benih atau biji yang dibutuhkan hanya sekitar 3 kilogram (kg) dengan hasil produksi yang mencapai 28 ton per hektare. Ini lebih tinggi dibanding rata-rata hasil panen bawang merah nasional sekitar 8 hingga 12 ton per hektare.

Ia melanjutkan, sanrem F1 juga dapat beradaptasi dengan baik ketika ditanam di dataran rendah dengan ketinggian 50 hingga 100 mdpl. "Karena berasal dari biji, biaya budi daya bawang merah sanrem F1 juga lebih rendah," paparnya.

Ia mencontohkan, jika menggunakan sistem konvensional setiap hektare lahan memerlukan sekitar 1,5 ton umbi dengan biaya sekitar Rp 45 juta, sedangkan jika menggunakan metode ‘pindah tanam’ ini hanya memerlukan 5 kg benih dengan biaya sekitar Rp 12,5 juta.

Cara baru budi daya bawang merah dengan menggunakan biji juga memiliki keunggulan dengan lebih sedikit terserang penyakit karena benih tidak membawa bulb borne disease seperti virus dan jamur. Untuk pemakaian pupuk juga tergolong lebih efisien yakni hanya dengan menggunakan dosis pupuk setengah dari kebutuhan pupuk dengan metode penanaman konvensional, produksi bawang merah tetap tinggi.

"Penemuan varietas baru ini merupakan sumbangsih kami dalam memacu pertumbuhan dan kemajuan bidang agro industri khususnya budidaya hortikultura di Indonesia. Kami berharap dengan pengenalan cara budidaya ini mampu mendorong peningkatan kesejahteraan petani bawang merah," ungkapnya.

Salah seorang petani lokal, Usman, mengaku senang dengan terobosan baru ini. Menurutnya, cara budidaya baru ini memudahkan para petani dalam meningkatkan produktivitas dengan harga yang lebih terjangkau.  "Jelas untung dari segi produksi, biaya," kata Usman.

Sedangkan untuk masalah harga, ia katakan, seluruh jenis bawang saat ini sedang laku-lakunya. Untuk harga bawang merah basah saat ini mencapai Rp 18 ribu per kg, sedangkan yang kering Rp 32 ribu per kg.

Ia berharap, pemerintah bisa memberikan insentif demi peningkatan produktivitas bawang merah di Lotim seperti obat-obatan untuk penangkal serangan hama. "Jujur harganya mahal sekali. Mungkin ada bantuan obat disamping bibit, kalau pupuk kita dapat bantuan pupuk organik dari dinas pertanian dan peternakan," lanjutnya.

Kadis Pertanian dan Peternakan Zaini mendukung langkah Ewindo dalam meningkatkan produktivitas bawang merah di Lotim. "2017, kita ada target bantuan dari pemerintah untuk insentif ke petani ada 300 hektar, mungkin bisa kembangkan varietas ini," katanya menambahkan.

Acara ini juga ditandai dengan panen raya bawang merah varietas sanrem dan dihadiri ratusan petani hortikultura dari NTB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement