REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Edukasi dan Literasi Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Koko T Rachmadi mengatakan, prinsip-prinsip dalam keuangan syariah sangat cocok bagi masyarakat grass root karena memiliki asas keadilan. Prinsip dalam keuangan syariah sangat sesuai dengan program pemerintah, terutama untuk mensejahterakan petani dan nelayan.
Koko mencontohkan, seorang petani membutuhkan modal untuk masa panen tiga atau empat kali sekitar Rp 50 juta. Di sisi lain, nelayan juga membutuhkan modal untuk melaut sekitar Rp 10 juta.
Kemudian, lanjut Koko, apabila ketika masa panen terjadi musibah seperti sawah yang dikelola oleh petani terkena kena hama dan banjir. Sedangkan, nelayan yang melaut tidak mendapatkan ikan karena terjadi badai.
Menurut Koko, apabila nelayan dan petani tersebut meminjam modal ke bank syariah, mereka tidak usah khawatir karena kewajiban mereka adalah bagi hasil. "Kalau tidak ada hasilnya, apa yang mau dibagi. Di syariah utang boleh saja, tapi kalau utang Rp 50 juta harus kembali Rp 50 juta juga," ujar Koko kepada Republika, Kamis (3/11).
Dijelaskan Koko, hal yang membedakan antara bank syariah dan konvensional yakni tidak ada bunga di dalam bank syariah. Dengan demikian, apabila petani dan nelayan meminjam uang Rp 5 juta pada lima hari lalu maka nilainya akan tetap sama dengan hari ini.
Dalam hal ini, kata dia, bank syariah tidak akan rugi karena uang yang dipinjamkan tetap kembali lagi, hanya saja yang tidak kembali adalah bagi hasilnya. "Keberpihakan ini yang harus menurun ke sektor industrinya, karena syariah itu bagian dari solusi," ujar Koko.
Koko berharap apabila KNKS sudah resmi berdiri diharapkan ada keberpihakan dari pemerintah terhadap industri keuangan syariah. Tanpa ada keberpihakan dari pemerintah, industri keuangan syariah akan sulit untuk head to head dengan industri keuangan konvensional. Sebab, industri keuangan syariah masih terbatas oleh permodalan.