Kamis 27 Oct 2016 13:30 WIB

Kadin Nilai UU Tapera Memberatkan Pengusaha

Rep: Frederikus Bata/ Red: Nidia Zuraya
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang Undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) dibuat guna mengatasi masalah tidak adanya dana efektif jangka panjang untuk pembiayaan perumahan. Di sisi Iain, besaran iuran yang diatur, menurut Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia masih memberatkan para pengusaha.

Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan sebaiknya UU Tapera tidak memaksakan pengenaan beban bagi pemberi kerja atau perusahaan. Target kepesertaan Tapera, lanjut dia, seharusnya lebih menyasar pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan pekerja informal yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.  

Sumber pendanaannya dapat diambil dari APBN-APBD, atau dari sumber pembiayaan publik lainnya yang selama ini sudah dipungut dari pelaku Usaha melalui pajak. “Pemerintah sudah berkewajiban menyediakan perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pekerja formal tidak perlu dibebani iuran sebagaimana isi UU Tapera," kata Rosan di Jakarta,  Kamis (27/10).

Pengusaha, kata dia, seharusnya diberikan ruang dan tidak Iangsung dikenakan iuran Tapera. Sehingga iuran itu tidak semakin memberatkan pihak pengusaha atau pemberi kerja.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Antar Lembaga, Bambang Soesatyo mengatakan penerapan TAPERA bila tidak disikapi dan dilaksanakan dengan bijaksana, maka dapat menimbulkan permasalahan sosial yaitu ketidakadilan. Karena semua orang wajib melakukan iuran, tapi tidak semua orang blsa menikmati.

Penerima manfaat hanya mereka yang berpenghasilan rendah, di bawah upah minimum regional (UMR). Tidak semua perusahaan memiliki tenaga kerja yang memiliki pendapatan di bawah UMR.

Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Hubungan Antar Lembaga dengan Swasta, Ikang Fawzi mengatakan pemerintah harus bertanggung jawab penuh dalam penyediaan fasilitas perumahan bagi MBR. Pemerintah seharusnya lebih dulu mewujudkan target membangun sejuta rumah dan memperkuat kerjasama dengan pihak pengembang serta memastikan dukungan infrastruktur dan keringanan perizinan.

“Pengesahan UU Tapera harus adil, tidak hanya bagi MBR tetapi juga tidak memberatkan bagi pengusaha. Pemerintah harus lebih intensif menyediakan fasilitas rumah yang layak dan terjangkau,” kata Ikang.

Sebelumnya, keberadaan UU Tapera diharapkan mampu mengurangi angka kebutuhan rumah (backlog). Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan angka backlog mencapai 13,5 juta unit. Sejak tahun lalu pemerintah melakukan upaya mengurangi angka backlog melalui Program Satu Juta Rumah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement