REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, selama ini harga gas yang tinggi memang menjadi keluhan banyak industri. Harga gas yang terlalu tinggi, kata dia, juga membuat investor yang ingin berkecimpung di Indonesia menahan diri untuk berinvestasi di sektor industri.
"Jadi kalau memang ini diimplementasikan pasti akan berdampak besar bagi investasi industri yang selama ini menggunakan gas. Karena harga gas ini memang mengganggu kebutuhan industri," kata Thomas usai acara Diplomatic and Chambers of Commerce Gathering di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Selasa (4/10).
Thomas menjelaskan, Indonesia saat ini tengah dihadapkan dalam persaingan dengan negara lain, bukan hanya di sektor ASEAN tetapi juga diluar regional. Sebab banyak produk dari luar regional mirip dengan produk yang dihasilkan dari industri Indonesia.
Persaingan ini terjadi mulai dari sisi perpajakan, peraturan pemerintah, hingga biaya operasional untuk memproduksi barang. Ketika pajak ditekan dan aturan dipermudah, kata dia, industri masih harus menekan biaya produksi yang notabene dihasilkan dari minyak, gas, maupun listrik. Jika salah satu tidak mendapatkan kemudahan, maka harga dari sebuah produk tetap tidak berdaya saing secara optimal. Hal tersebut, menurut Thomas, jelas akan berdampak pada keinginan investor dalam berinvestasi.
Menurut Thomas, saat ini harga minyak sedang mengalami penurunan, harga gas juga masih di bawah rata-rata. Investor, kata dia, sudah pasti berekspetasi bahwa penurunan harga gas internasional akan berdampak pada penurunan harga gas di Indonesia, sesuai trend di seluruh dunia.
"Kalau di dunia turun tapi di kita tidak turun, ini akan menurunkan daya saing untuk dauya tarik investor. Terutama industri yang memang penggunaan gasnya banyak seperti industri baja, hingga tekstil, dan garmen," ujarnya.
Baca juga: Harga Gas Turun Diyakini Untungkan Ekonomi Rp 31 Triliun