REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Nilai Tukar Petani (NTP) September 2016 alami kenaikan 0,45 persen dari bulan lalu. NTP bulan ini tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 102,02.
NTP merupakan salah satu indikator, bukan satu satunya, sebagai alat untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani. Tentunya terdapat hubungan antara daya beli dengan kesejahteraan petani. Biasanya, semakin tinggi daya beli petani mengartikan hidup petani lebih sejahtera.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Agung Hendriadi mengatakan, kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,73 persen, lebih besar dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,28 persen.
Peovinsi Sumatra Utara bulan ini mengalami kenaikan NTP tertinggi, yakni sebesar 1,50 persen dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. "Sebaliknya, Provinsi Lampung tercatat mengalami penurunan terbesar, 1,15 persen dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya," ujarnya kepada Republika, Senin (3/10).
Ia menambahkan, pada September 2016 terjadi inflasi pedesaan di Indonesia sebesar 0,32 persen. "Inflasi tersebut disebabkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok konsumsi rumah tangga," ujarnya.
Sementara itu, kata dia, Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional September 2016 sebesar 110,69. Angka tersebut naik 0,56 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.
NTUP merupakan rasio indeks harga yang diterima petani dari usaha pertanian dengan indeks harga yang dibayarkan mereka untuk pengeluaran usaha pertaniannya. Biasanya angka 100 menjadi acuan.
Jadi, baik NTP maupun NTUP lebih dari 100 mengartikan surplus, sama dengan 100 adalah impas. Sementara jika angka yang didapat kurang dari 100 berarti petani mengalami kerugian.