Selasa 27 Sep 2016 17:19 WIB

BRI Terbitkan Surat Utang Jangka Pendek Rp 5 Triliun

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas menghitung uang di banking hall Bank Rakyat Indonesia, Jakarta, Selasa (20/10).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas menghitung uang di banking hall Bank Rakyat Indonesia, Jakarta, Selasa (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk telah menerbitkan surat utang jangka pendek atau Medium Term Notes (MTN) senilai Rp 1,92 triliun. Penerbitan MTN ini ditargetkan akan mencapai Rp 5 triliun hingga akhir tahun ini.

Direktur Keuangan BRI, Haru Koesmahargyo mengatakan penerbitan tersebut dilakukan untuk menjaga rasio likuiditas BRI, terutama untuk memenuhi kebutuhan akan dana jangka panjang.

"Penerbitan MTN ini pertama untuk likuiditas. Kedua, kan ada long term liquidity ratio yang harus kita jaga. Jadi kebanyakan bank-bank itu kan punya liabilities pendek ya, sebulan tiga bulan, kita kurang yang jangka panjang. Supaya mengimbangi pinjaman jangka panjang," ujar Haru usai rapat koordinasi di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Selasa (27/9).

Penerbitan MTN sebesar Rp 1,92 triliun tersebut dilakukan dalam tenor 370 hari dengan bunga sebesar 7,4 persen. Selain MTN, pihaknya juga berencana menerbitkan obligasi sebesar Rp 10 triliun yang merupakan bagian dari penawaran umum berkelanjutan (PUB) sebesar Rp 20 triliun hingga tahun depan.

"Obligasi kami terbitkan pada November. Dalam empat seri dengan tenor satu, tiga, lima, dan tujuh tahun," kata Haru.

Ke depannya, setelah akhir tahun diterbitkan hingga Rp 5 triliun, pihaknya akan menilai demand di pasar. Apabila masih perlu dan pasar masih available, kemungkinan perseroan akan menerbitkan MTN lagi atau obligasi.

"Berganti-gantian antara MTN dan bonds (obligasi). Tapi kita lihat pasarnya juga," katanya.

Haru mengakui jika saat ini Loan to Deposit Ratio (LDR) atau rasio likuiditas perbankan meningkat. Sehingga perlambatan dari Dana Pihak Ketiga (DPK) terasa. Apalagi dibandingkan tahun lalu yang bisa tumbuh di atas 10 persen, pertumbuhan DPK kini hanya tercatat di 6 persen.

"Kalau LDR turun berarti kan lebih banyak dana dibanding pinjaman, pertumbuhan dana lebih tinggi. Sekarang ini nggak, pertumbuhan dananya hanya kurang lebih 6 persen. Ini yang lebih lambat dari tahun lalu. Berarti ada pengetatan likuiditas," ujarnya.

Tercatat hingga Agustus 2016, penyaluran kredit BRI tercatat tumbuh sekitar 17 persen secara year on year (yoy). Dari pertumbuhan kredit tersebut, kredit pada segmen mikro tumbuh 22 persen (yoy). Menurut Haru, BRI juga mengalami peningkatan LDR. Namun ia menegaskan perseroan akan berupaya menjaga pertumbuhan kredit tetap tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement