REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Bank Indonesia akan membentuk financial technology (fintech) office sebagai wadah bagi pelaku usaha yang bergerak di bidang teknologi layanan keuangan. Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas menjelaskan fintech office akan berwujud satuan khusus yang akan berkoordinasi dengan perbankan.
Pendirian fintech office ini sejalan dengan penerbitan aturan terkait financial technology yang di dalamnya mencakup penyelenggaraan transaksi pembayaran (PTP). Regulasi yang mengatur soal fintech ini berupa berskema "sandbox" yang bermaksud memberikan kebebasan bagi industri untuk berkembang sebatas tidak lewat aturan yang dipasang Bank Indonesia.
"Bulan depan kita akan buat fintech office. Security itu aspek paling penting dalam fintech industry. Sandbox sudah diterapkan di Singapura. Maksudnya, biarkan pelaku fintech eksperimen, namun kami tahu batasannya. Sandbox ini juga memberikan ruang bagi industri untuk bereksperimen," ujar Ronald, Sabtu (24/9).
Aturan yang akan diterbitkan oleh Bank Indonesia pada Oktober mendatang akan menjaga pelaku bisnis fintech berada di koridor pelaksanaan bisnis termasuk penyedia internet payment gateway, penyelenggara electronic wallet, serta penyelenggara penunjang seperti terminal ATM/EDC, dan point of sales (POS).
Fintech dinilai penting untuk menghubungkan masyarakat unbankable ke lembaga keuangan formal seperti bank sehingga industri ini perlu dikembangkan. Regulasi pun diharapkan tidak membatasi inovasi untuk berkembang.
Dewan Pengawas AFI Dian Kurniadi menjelaskan, fintech tergolong bisnis baru. Namun, telah memiliki banyak fungsi yang tidak hanya sebagai layanan transaksi keuangan online. Saat ini fintech mampu melayani, electronic money, virtual account, agregator, lending, crowdfunding, dan lainnya.
"Fintech ini lagi lucu-lucunya, karena masih muda. Tapi walaupun usianya cukup muda namun pelaku fintech banyak yang berasal dari profesional di bidang perbankan dan sektor lain," ujarnya.