REPUBLIKA.CO.ID, BRATISLAVA -- Pascarefrendum Brexit beberapa negara Eropa timur dan negara-negara bagian di Eropa lainnya mulai pesimistis dan krisis kepercayaan dengan Uni Eropa (UE). Berbagai reaksi muncul sepekan sebelum KTT UE dihelat di Bratislava, Slowakia pada Jumat (16/9).
Dewan Presiden Uni Eropa, Donald Tusk mengatakan keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa mestinya disikapi sebagai langkah maju bagi negara anggota Uni Eropa. Ini menandakan bahwa laju investasi dan perkembangan ekonomi di negara-negara bagian tersebut bisa semakin baik kedepan.
Sayangnya, keluarnya Inggris dari Uni Eropa sempat membuat negara anggota Uni Eropa dan negara Eropa timur merasa memang ada yang salah dalam menejemen Uni Eropa sehingga membuat Inggris jengah dan keluar dari keanggotan. Beberapa negara bahkan membuat pertemuan terbatas di negara bagiannya masing masing untuk menghadapi KTT pada Jumat (16/9) di Bratislava.
"Ini bisa menjadi kesalahan yang fatal jika Brexit dianggap menjadi hal yang negatif. Ini bukan sekedar krisis, ini hanya sekedar krisis eksistensi," ujar Tusk seperti dilansir AP, Jumat (16/9).
Refrendum brexit memang keluar saat kondisi ekonomi Eropa sedang goyah. Apalagi Yunani juga sedang kocar kacir dalam menstabilkan ekonominya. Hal ini kemudian diperburuk dengan solusi yang ditawarkan oleh pimpinan Brussel yang dinilai oleh beberapa negara Eropa timur sebagai solusi yang tak menyelesaikan masalah.
Tusk menilai, dalam KTT mendatang perlu ada kesepahaman yang bisa diterima oleh seluruh negara Uni Eropa terkait hal ini dan melihat bagaimana kondisi ekonomi negara-negara anggotanya. Ia berharap dengan refrendum Inggris tak semakin mengikis kepercayaan diri negara-negara anggota Uni Eropa yang akan semakin membuat krisis.
"Moto terbaik di pertemuan bBratislava adalah kita harus menyikapi bahwa tidak ada yang sia-sia. Satu satunya hal yang masuk akal adalah saling terbuka dengan situasi masing masing," ujar Tusk.